Hal ini semakin diperparah oleh media sosial, di mana retorika yang muncul dari konflik elit dengan mudah menyulut perdebatan dan memecah belah opini masyarakat.
Konflik elit juga dapat dilihat dari perspektif governance. James Fearon, dalam Rationalist Explanations for War (1995), menjelaskan bahwa konflik yang tidak dikelola dengan baik cenderung berujung pada inefficient bargaining.Â
Dalam konteks politik, ini berarti proses negosiasi antar elit gagal menghasilkan kebijakan yang optimal karena masing-masing pihak terlalu sibuk mempertahankan posisi mereka.Â
Sedangkan di Indonesia, kasus ini tercermin pada lambatnya realisasi kebijakan yang memerlukan koordinasi lintas kementerian atau lembaga, yang sering kali terhambat oleh tarik-menarik kepentingan di antara elit.
Dampak negatif konflik elit tidak hanya dirasakan dalam dimensi politik, tetapi juga ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia mencatat bahwa ketidakpastian politik yang dipicu oleh konflik elit dapat menurunkan investasi domestik dan asing.Â
Investor cenderung menghindari pasar yang tidak stabil, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tingkat lokal, konflik antar pemimpin daerah juga menyebabkan alokasi anggaran menjadi tidak efisien, karena lebih banyak sumber daya digunakan untuk mengakomodasi kepentingan politik daripada mendanai kebutuhan masyarakat.
Namun, yang paling berbahaya dari konflik elit adalah dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.Â
Dalam survei Edelman Trust Barometer 2023, Indonesia menunjukkan penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin politik dan institusi pemerintahan.Â
Salah satu penyebab utamanya adalah polarisasi yang terus-menerus ditampilkan oleh para elit di ruang publik. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap elitnya, legitimasi pemerintahan melemah, yang pada akhirnya memperburuk ketidakstabilan politik.
Untuk mengatasi ancaman ini, diperlukan perubahan paradigma di kalangan elit politik. Konflik tidak harus dihindari, tetapi harus dikelola dengan cara yang lebih konstruktif.Â
Pendekatan berbasis conflict resolution, seperti yang dikembangkan oleh John Burton, menawarkan kerangka kerja yang berfokus pada penyelesaian kebutuhan mendasar dari masing-masing pihak yang berkonflik.Â