Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi alat yang sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik. Namun, tak jarang media sosial digunakan dengan cara yang tidak transparan untuk memengaruhi pandangan masyarakat terhadap kebijakan tertentu. Salah satu teknik manipulasi yang kini banyak diperbincangkan adalah astroturfing, yaitu praktik menciptakan kesan bahwa ada dukungan dari basis massa yang luas, padahal sesungguhnya didorong oleh pihak tertentu dengan tujuan tertentu. Astroturfing sering kali diikuti dengan manipulasi media sosial untuk menyebarkan narasi atau mempengaruhi persepsi publik, terutama dalam proses penyusunan kebijakan.
Astroturfing: Definisi dan Teknik
Astroturfing adalah teknik yang digunakan untuk menciptakan ilusi dukungan atau gerakan masyarakat yang berasal dari akar rumput (grassroots), padahal sesungguhnya dukungan tersebut adalah buatan atau dikoordinasi oleh pihak tertentu. Teknik ini dapat melibatkan penggunaan akun media sosial palsu, bot, atau kampanye digital yang dikelola oleh kelompok atau individu yang berkepentingan.
Beberapa teknik umum yang digunakan dalam astroturfing, diantaranya:
- Pembuatan Akun Palsu
Aktor politik atau kelompok kepentingan sering kali membuat akun media sosial palsu yang tampak seperti pengguna biasa untuk mengunggah dukungan atau komentar positif terhadap kebijakan tertentu. Dalam banyak kasus, akun-akun dengan nama generik digunakan untuk menyebarkan narasi tertentu secara terorganisir. Ini menciptakan ilusi bahwa dukungan berasal dari masyarakat luas, padahal hanya merupakan rekayasa yang tersembunyi. - Penggunaan Bot
Menggunakan perangkat otomatis untuk memperbanyak jumlah postingan, komentar, atau likes yang mendukung suatu kebijakan atau narasi. Penelitian oleh Benkler et al. (2018) dalam Network Propaganda menunjukkan bahwa bot dapat digunakan untuk menyebarkan pesan secara masif dalam waktu singkat, menciptakan ilusi bahwa kebijakan tersebut mendapatkan respons positif yang luas. Hal ini sering menipu publik, mengarah pada kesimpulan yang bias dan mengurangi ruang untuk diskusi yang autentik. - Kampanye Terorganisir
Mengarahkan sejumlah orang atau kelompok untuk secara serempak membagikan pesan atau mendukung isu tertentu, memberi kesan bahwa ada dukungan masif di masyarakat. Teknik ini biasanya melibatkan influencer atau akun-akun dengan banyak pengikut untuk mempercepat penyebaran pesan. Kampanye terorganisir ini sering kali tersembunyi di balik layar, membuat masyarakat percaya bahwa ada dukungan yang luas, padahal hanya sebagian kecil yang terlibat. - Penyebaran Konten yang Dimanipulasi
Astroturfing sering kali melibatkan penyebaran informasi yang dibentuk sedemikian rupa untuk menggiring opini publik. Konten ini bisa berupa foto atau video yang diedit, statistik yang diambil di luar konteks, atau narasi yang disusun secara bias. Tujuannya adalah untuk memperkuat pandangan tertentu dan melemahkan argumen yang berlawanan.
Manipulasi Media Sosial dalam Penyusunan Kebijakan
Manipulasi media sosial bukan hanya tentang mengubah persepsi publik, tetapi juga tentang mengendalikan narasi besar dalam proses penyusunan kebijakan. Dengan menggunakan teknik astroturfing, pihak-pihak tertentu dapat memanfaatkan media sosial untuk menciptakan kesan bahwa kebijakan yang mereka usung memiliki dukungan luas dari masyarakat, meskipun kenyataannya hanya sebagian kecil yang benar-benar mendukung.
Beberapa bentuk manipulasi yang sering dilakukan melalui media sosial adalah:
- Framing Positif
Teknik framing positif digunakan untuk menyoroti hanya sisi positif dari kebijakan tanpa membahas potensi dampak negatif atau kekurangan yang ada. Penelitian oleh Tufekci (2017) dalam artikelnya tentang Social Media and the Public Interest menunjukkan bahwa framing yang terdistorsi dapat mempengaruhi pandangan publik, sehingga kebijakan yang seharusnya mendapat kritik justru dianggap solusi ideal. - Mengalihkan Isu
Teknik ini melibatkan pembuatan atau penyebaran isu yang sensasional untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah yang lebih besar atau dari perdebatan kritis mengenai kebijakan. Misalnya, ketika sebuah kebijakan menuai kritik keras, pelaku manipulasi dapat memicu perbincangan tentang isu populer atau kontroversial lainnya, seperti konflik selebriti atau isu nasional yang mengundang emosi publik. - Penyebaran Hoaks
Hoaks adalah informasi yang salah atau menyesatkan yang sengaja disebarkan untuk mendukung kebijakan atau merusak reputasi lawan politik. McCombs & Shaw (1972) dalam teori Agenda-Setting mengemukakan bahwa media sosial memiliki kekuatan besar dalam menentukan apa yang dianggap penting oleh masyarakat. Dalam konteks astroturfing, hoaks sering digunakan untuk menyebarkan pesan yang dapat memperkuat posisi kebijakan atau menyerang pihak yang menentangnya.
Implikasi dalam Kebijakan
Manipulasi opini publik melalui astroturfing dan media sosial memiliki berbagai dampak negatif, baik bagi proses demokrasi maupun integritas kebijakan. Habermas (1989) dalam Theory of Communicative Action berpendapat bahwa ruang publik yang bebas dari manipulasi sangat penting untuk menciptakan keputusan yang sah secara demokratis. Astroturfing mengganggu ruang publik ini dengan menciptakan ilusi konsensus yang sebenarnya tidak ada. Dampaknya, kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan adalah:
- Mengurangi Kepercayaan Publik
Praktik astroturfing dan manipulasi media sosial dapat menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap informasi yang disebarkan. Ketidakpercayaan ini, jika terus berlanjut, dapat merusak integritas sistem demokrasi, di mana masyarakat merasa bahwa informasi yang diterima tidak lagi mencerminkan realitas atau kepentingan bersama. Benkler et al. (2018) menunjukkan bahwa ketidakpercayaan ini akan memperburuk polarisasi sosial dan politik, serta mengurangi partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. - Menurunkan Partisipasi Publik
Ketika masyarakat merasa opini mereka tidak dihargai atau diabaikan karena manipulasi ini, partisipasi mereka dalam diskusi publik dan proses kebijakan dapat menurun. Hal ini dapat mengarah pada apatisme politik, di mana masyarakat merasa tidak memiliki pengaruh atau kontrol terhadap keputusan yang diambil oleh pemerintah. Tufekci (2017) mencatat bahwa ketika orang merasa tidak didengar, mereka cenderung mengurangi keterlibatan mereka dalam kegiatan politik atau diskusi publik. - Mengganggu Transparansi Kebijakan
Ketika kebijakan dipengaruhi oleh kekuatan yang tidak transparan, kualitas kebijakan itu sendiri bisa dipertanyakan. Praktik manipulasi seperti astroturfing menyembunyikan siapa yang sebenarnya mendorong kebijakan tersebut dan apa agenda di baliknya. Ini menciptakan ketidakjelasan tentang alasan-alasan di balik keputusan kebijakan dan mengurangi akuntabilitas pemerintah. Kurangnya transparansi dalam proses kebijakan dapat mengarah pada kebijakan yang lebih rentan terhadap kepentingan sempit, bukannya untuk kepentingan umum.