Fragmentasi kelembagaan dan obesitas regulasi masih menjadi hambatan besar dalam penerapan kebijakan publik di banyak negara. Fragmentasi kelembagaan terjadi ketika kewenangan antar lembaga pemerintah tidak terkoordinasi dengan baik, sehingga melahirkan kebijakan yang tumpang tindih dan bahkan saling bertentangan.
 Sedangkan, obesitas regulasi terjadi ketika sektor-sektor tertentu dipenuhi dengan peraturan yang berlebihan dan tidak sinkron, sehingga menyulitkan dalam implementasinya.Â
Di Indonesia, sektor pendidikan dan kesehatan menjadi dua sektor yang sangat terasa dampak dari masalah fragmentasi kelembagaan. Hal ini terjadi karena kedua sektor tersebut melibatkan banyak kementerian dan lembaga yang memiliki tanggung jawab masing-masing, namun seringkali tidak terkoordinasi dengan baik.
Dalam sektor pendidikan, misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi seringkali mengeluarkan kebijakan yang tumpang tindih.Â
Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan menjadi sulit diimplementasikan dengan efektif, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), yang sangat membutuhkan kebijakan yang terintegrasi dan terkoordinasi.Â
Dalam penelitiannya, Fitrani dan Hidayat (2017) mendapati bahwa fragmentasi pada sektor pendidikan ini menghambat upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, yang seharusnya lebih fokus pada solusi bersama antar lembaga terkait.
Di sektor kesehatan, fragmentasi kelembagaan juga menjadi masalah yang signifikan. Misalnya, kewenangan antar Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, serta lembaga lain seperti BPOM sering kali tidak jelas atau tumpang tindih. Ketidakselarasan ini menyebabkan kebijakan yang terpecah dan sulit untuk diimplementasikan secara efektif.Â
Salah satu contoh adalah pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di mana implementasinya sering kali terkendala oleh pembagian tugas yang kurang terkoordinasi antara lembaga-lembaga tersebut.Â
Akibatnya, meskipun JKN bertujuan untuk memberikan akses kesehatan universal, program ini terkadang tidak mencapai sasaran yang diinginkan, terutama dalam hal pemerataan kualitas layanan kesehatan di berbagai daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menunjukkan bahwa pembagian kewenangan yang tidak jelas antar lembaga menyebabkan kurangnya efisiensi dalam penggunaan anggaran serta pengelolaan data yang tidak terintegrasi. Hal ini mengarah pada kesulitan dalam memantau efektivitas kebijakan kesehatan dan menilai keberhasilan program yang ada.