Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menuju Era Energi Hijau: Pilihan atau Keharusan?

18 November 2024   05:21 Diperbarui: 18 November 2024   05:16 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.marketeers.com/

Pendahuluan

Energi adalah darah kehidupan modern. Tanpa energi, peradaban manusia seperti yang kita kenal saat ini tidak akan bisa bertahan. Namun, sumber energi yang kita andalkan saat ini, seperti minyak, gas, dan batu bara, datang dengan biaya yang tinggi dan tidak hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam hal dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan kita. Seiring waktu, ketergantungan pada energi fosil telah menyebabkan polusi udara, perubahan iklim, dan berkurangnya sumber daya alam yang tidak terbarukan.

Di sisi lain, energi hijau atau terbarukan, yang berasal dari sumber daya alam yang tak terbatas seperti sinar matahari, angin, dan air, menawarkan harapan untuk masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Namun, meskipun manfaatnya jelas, transisi menuju energi hijau tidaklah mudah. Di tengah tantangan ini, muncul sebuah pertanyaan penting: Apakah peralihan ke energi hijau hanya sebuah pilihan, atau apakah itu menjadi keharusan yang harus segera kita lakukan?

Mengapa Energi Hijau Adalah Keharusan

  • Dampak Lingkungan yang Merusak

Perubahan Iklim, pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas alam) menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), untuk membatasi peningkatan suhu global hingga 1,5C, kita harus mengurangi emisi karbon global hampir setengahnya pada tahun 2030 (https://ourworldindata.org/ghg-emissions-by-sector). Jika kita tidak segera beralih ke energi hijau, dampak perubahan iklim akan semakin memburuk, menciptakan bencana alam yang lebih sering dan intens, serta merusak ekosistem dan kehidupan manusia.

  • Keterbatasan Sumber Daya Energi Fosil

Ketergantungan pada Energi Fosil, energi fosil adalah sumber daya yang terbatas, dan semakin lama, biaya ekstraksi dan pemrosesan akan semakin mahal. International Energy Agency (IEA) memperingatkan bahwa meskipun ada cadangan energi fosil, pemanfaatannya dengan cara yang berkelanjutan tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan energi global di masa depan. Oleh karena itu, beralih ke energi hijau yang bersumber dari alam dan terbarukan adalah langkah wajib untuk memastikan ketahanan energi dalam jangka panjang.

  • Dampak Kesehatan Masyarakat

Polusi Udara, energi fosil juga berkontribusi pada polusi udara yang menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti penyakit pernapasan, kanker, dan gangguan jantung. Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 7 juta orang meninggal setiap tahun akibat paparan polusi udara. Energi hijau, yang tidak menghasilkan emisi polutan berbahaya, dapat mengurangi masalah kesehatan masyarakat secara signifikan.

  • Potensi Ekonomi Jangka Panjang

Penciptaan Lapangan Kerja, sektor energi hijau menawarkan potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja baru dalam pengembangan, produksi, dan pemeliharaan teknologi energi terbarukan. Misalnya, Global Renewable Energy Council (IRENA) melaporkan bahwa sektor energi terbarukan dapat menciptakan lebih dari 85 juta pekerjaan baru pada tahun 2030. Selain itu, energi terbarukan cenderung memiliki biaya operasional yang lebih rendah setelah instalasi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang mahal dan impor energi.

Kesepakatan Paris, negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui Kesepakatan Paris 2015. Untuk memenuhi target pengurangan emisi dan menghindari dampak paling buruk dari perubahan iklim, transisi menuju energi hijau tidak hanya menjadi pilihan, tetapi keharusan. Tanpa langkah konkret menuju energi hijau, banyak negara akan gagal mencapai target net-zero emission yang diperlukan.

  • Keberlanjutan dan Keadilan Sosial

Akses Energi yang Adil, energi hijau juga berpotensi untuk mendukung masyarakat yang kurang terlayani dengan menyediakan akses energi yang lebih murah dan terjangkau. Misalnya, energi surya dan angin dapat menjadi solusi untuk daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh jaringan energi tradisional. Hal ini juga mendukung prinsip keberlanjutan dengan menciptakan sistem energi yang lebih adil dan inklusif.

 

Tantangan dalam Mewujudkan Energi Hijau

 Meskipun energi hijau menawarkan solusi berkelanjutan untuk krisis iklim dan ketergantungan pada energi fosil, transisi ini tidak berjalan mulus dan menghadapi berbagai tantangan signifikan. Beberapa tantangan utama dalam mewujudkan energi hijau antara lain:

  • Biaya Investasi Awal yang Tinggi

Salah satu kendala terbesar dalam adopsi energi hijau adalah biaya investasi awal yang relatif tinggi. Pembangkit listrik tenaga surya, angin, atau pembangkit geotermal memerlukan biaya instalasi yang besar dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Meskipun biaya operasional energi hijau lebih rendah dalam jangka panjang, beban awal yang berat ini menjadi penghalang bagi banyak negara berkembang dan bahkan beberapa negara maju.

  • Keterbatasan Infrastruktur dan Teknologi

Pengembangan infrastruktur untuk mendukung energi hijau seperti jaringan distribusi listrik yang menghubungkan pembangkit energi terbarukan dengan konsumen masih sangat terbatas. Banyak negara, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan dalam mengembangkan infrastruktur energi terbarukan secara merata, terutama di daerah terpencil. Selain itu, meskipun teknologi energi hijau semakin berkembang, penyimpanan energi -terutama untuk sumber yang bergantung pada kondisi cuaca seperti tenaga angin dan surya- masih memerlukan inovasi lebih lanjut.

  • Ketergantungan pada Energi Fosil

Negara-negara yang sangat bergantung pada energi fosil untuk perekonomian mereka, seperti negara penghasil minyak atau batu bara, mungkin menghadapi resistensi politik dan ekonomi dalam beralih ke energi hijau. Peralihan ini tidak hanya mengancam sektor energi tradisional, tetapi juga pasar tenaga kerja yang terkait. Banyak pekerja yang memiliki keterampilan spesifik di sektor energi fosil yang akan membutuhkan pelatihan ulang untuk beralih ke sektor energi hijau.

  • Perubahan Kebijakan dan Regulasi

Untuk mewujudkan energi hijau, pemerintah perlu memiliki kebijakan yang mendukung, seperti insentif pajak, subsidi energi terbarukan, dan peraturan yang membatasi emisi karbon. Namun, perubahan kebijakan sering kali terhambat oleh lobi industri energi fosil, yang berusaha mempertahankan status quo. Di beberapa negara, ketidakpastian politik dan kurangnya kemauan politik untuk mendorong kebijakan ramah lingkungan membuat transisi menuju energi hijau menjadi lebih sulit.

  • Kurangnya Kesadaran dan Dukungan Publik

Transisi menuju energi hijau membutuhkan kesadaran yang lebih luas di kalangan masyarakat. Banyak orang yang belum sepenuhnya memahami dampak negatif energi fosil atau keuntungan energi terbarukan. Selain itu, beberapa masyarakat mungkin merasa khawatir tentang peningkatan biaya energi dalam jangka pendek atau terhambat oleh informasi yang keliru. Oleh karena itu, edukasi publik yang efektif sangat diperlukan untuk membangun dukungan bagi kebijakan energi hijau.

  • Ketersediaan Sumber Daya Alam Terbarukan

Meskipun energi hijau terlihat menjanjikan, beberapa negara mungkin menghadapi keterbatasan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk pengembangan energi terbarukan. Misalnya, energi surya membutuhkan paparan sinar matahari yang cukup, sementara tenaga angin hanya dapat diproduksi di daerah dengan angin yang cukup kencang. Ini membatasi potensi energi hijau di wilayah tertentu.

Apakah Ini Pilihan atau Keharusan?

Transisi menuju energi hijau sering kali dipandang sebagai pilihan bagi beberapa negara dan perusahaan, namun di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata, energi hijau bukan lagi hanya sekadar pilihan. Ini adalah keharusan yang tidak bisa ditunda lagi.

  • Kewajiban Global untuk Mengurangi Emisi

Dunia telah mencapai titik di mana kita tidak bisa lagi mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan energi fosil. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kita harus menurunkan emisi karbon hingga setengahnya pada tahun 2030 agar dapat menghindari peningkatan suhu global lebih dari 1,5C. Dengan tingkat emisi yang terus meningkat, terutama di sektor energi, keberlanjutan dunia tergantung pada perubahan drastis menuju energi hijau.

  • Perjanjian Internasional dan Komitmen Negara

Selain itu, kesepakatan internasional seperti Perjanjian Paris yang mengharuskan negara-negara untuk mencapai target pengurangan emisi karbon semakin menekankan bahwa transisi energi hijau bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ini berkomitmen untuk membatasi pemanasan global dan memastikan energi yang digunakan tidak merusak lingkungan. Tidak ada negara yang dapat absen dalam perjuangan global ini jika kita ingin memastikan kelangsungan hidup planet untuk generasi mendatang.

  • Dampak Sosial dan Kesehatan yang Meningkat

Selain dampak lingkungan, ketergantungan pada energi fosil juga menimbulkan dampak kesehatan yang serius. Polusi udara dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil, misalnya, menyebabkan lebih dari 7 juta kematian setiap tahun, menurut World Health Organization (WHO). Oleh karena itu, beralih ke energi hijau bukan hanya soal mengurangi emisi, tetapi juga soal menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

  • Keuntungan Ekonomi Jangka Panjang

Secara ekonomi, meskipun transisi menuju energi hijau membutuhkan investasi awal, dalam jangka panjang energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada impor energi, menurunkan biaya operasional, dan menciptakan peluang pasar baru. Negara yang mengadopsi energi hijau tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan pasar energi yang lebih stabil dan berkelanjutan.

  • Ketahanan Energi dan Keamanan Nasional

Terakhir, ketergantungan pada energi fosil yang dipasok oleh beberapa negara besar menciptakan kerentanannya terhadap ketegangan geopolitik dan krisis energi. Dengan mengembangkan energi hijau domestik, negara-negara dapat mencapai ketahanan energi yang lebih baik dan mengurangi kerentanannya terhadap krisis pasokan energi global yang seringkali dipengaruhi oleh ketidakstabilan politik.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun