(1)
Mata air itu menatap Jakarta dengan gigil
Tatapnya tak mau berkedip
Dibiarkannya tubuhnya mengalirkan basah yang beku
Ia tidak sedang pongah
(2)
Lalu, Jakarta dilanda sembab
Ia digenangi gundah
Rona kesedihan begitu kental mewarnai kaki-kaki keteduhan
Curah pilu menggumpal di setiap desah
(3)
Mata air itu tidak datang tiba-tiba
Ia ingat berkail jumlah
Selaksa janji telah berulang melambungkannya pulang
Namun jakarta berkalang ingkar
(4)
Mata air itu menatap Jakarta dengan gigil
Ia tidak sedang pongah
Sudah terlalu lama ia memeluk penat ibukota sendirian
Lalu, Jakarta dilanda sembab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H