Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasola di Tengah Pandemi, Layakkah DPRD Mengkritisi?

11 Februari 2021   23:48 Diperbarui: 12 Februari 2021   08:34 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pasola

Pelaksaan Pasola di beberapa titik di wilayah Kodi-Kabupaten Sumba Barat Daya memang telah usai. Namun ceritanya tetap berbekas sampai hari ini. Pasalnya, pelaksaan pasola yang seharusnya tanpa penonton malah dikerubuti massa. Bahkan massa yang hadir diketahui tidak mengenakan masker dan memilih berkerumun. Pemerintah Sumba Barat Daya yang sebelumnya telah mengeluarkan himbauan pun menjadi sasaran kritik keras pedas sejumlah pihak termasuk Pimpinan DPRD SBD sendiri. 

Bagi para pimpinan dewan dalam hal Wakil Ketua 1, Haji Samsi Pua Golo dan Wakil Ketua 2, Maxi Kaka, fenomena berkerumunnya massa membuktikan pemerintah tidak tegas dalam penegakan aturan di masa pandemi covid seperti saat ini. untuk itu, keduanya meminta pemerintah untuk tegas agar marwah Pemerintah dimata publik tetap terjaga. 

Namun kritikan tersebut malah dibalas pihak lain sebagai hal kurang elok pasalnya pelaksanaan pasola murni kesalahan warga sendiri yang tidak mengindahkan protocol kesehatan. Hal ini memang menarik dikaji lebih lanjut bukan untuk menambah kekisruhan yang ada namun lebih pada mencari solusi terbaik dalam penanganan covid di tengah pelaksaan pasola yang menyisahkan beberapa titik pada Maret mendatang.

Pemerintah Tidak Perlu Tersinggung

Judul kecil ini pun diangkat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari isi besar tulisan ini sekaligus memastikan pembaca tidak gagal paham dalam mengintepretasi tulisan ini. iya pembaca bagi penulis saat ini kudu lupa kalau pemerintah juga butuh dikritik dan kritikan itu bukanlah barang haram dalam hidup berdemokrasi. 

Bahwa kritikan itu tidak semuanya harus melalui aksi demonstrasi semata tetapi juga bisa melalui media social bahkan media massa. Pemerintah bagi penulis tidak perlu merasa risih saat dibilang lalai apalagi belum maksimal dalam bekerja. Malah pemerintah harus bersyukur dengan krtitikan yang demikian ternyata publik sedang mengikuti proses pembangunan di wilayahnya. Hal ini pun berlaku pula saat pelaksaan pasola di tengah pandemic covid yang tengah jadi sorotan publik. 

Pasalnya, pemerintah daerah sebagai sebuah organisasi yang mempunyai kewenangan membuat dan menerapkan aturan di daerah nyatanya tidak mampu memanage warganya untuk mengikuti protocol kesehatan dalam event tahunan tersebut. walaupun pemerintah berdalih bahwa pemerintah telah mengeluarkan himbauan namun hal itu bukanlah panasea untuk meredam keinginan warga yang ingin hadir menonton pasola. Pemerintah seolah lupa kalau keinginan kadang bertentangan dengan realitas. 

Dan realitas yang terjadi kemarin adalah bukti kalau pemerintah daerah hanya terpaku pada keputusan yang dibuat tanpa ada planning cadangan kalau-kalau apa yang diharapkan tidak sesuai ekspektasi. Di luar itu semua, dengan structur birokrasi yang gemuk dan menyasar hingga ke tingkat RT/RW, pemerintah daerah SBD harusnya bisa memanfaatkan ruang tersebut untuk memastikan bahwa himbauan soal protocol kesehatan itu nyatanya diikuti oleh warga yang hadir dan bukan membiarkan hal itu jadi tanggung jawab tokoh adat/tokoh masyarakat ataupun pihak lainnya karena sebuah kesepakatan semata.

 Hal ini memang terlihat biasa-biasa saja tapi dampaknya ternyata sangat besar malah menjurus kekacauan dengan beberapa anggota kepolisian jadi korban pelemparan batu oleh warga. Begitupun dengan kendaraan mereka. Lantas siapa yang perlu disalahkan? Jawaban ada pada pemerintah sendiri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas rakyatnya. 

Sudah saatnya pemerintah menunjukkan dirinya hadir dengan ketegasan yang lebih dari biasanya untuk mengatur warganya sendiri. Jika pintu komunikasi sudah dijalankan namun tidak diindahkan maka sikap tegas adalah solusi sehingga wibawa pemerintah tidak lantas diobok-obok seperti itu. 

Bagaimana pun juga kritikan yang didapat adalah bentuk perbaikan agar pemerintah secepatnya bisa berbenah sebelum terlambat mumpung penyelenggaran pasola masih akan digelar lagi Maret mendatang. Jangan lupakan pula peran Tim Gugus tugas dari kabupaten hingga desa di titik ini. jika kemarin peran mereka tidak terlihat, maka di pasola berikutnya pemerintah sedapat mungkin harus bisa memaksimalkan peran mereka.

Warga Pun Harus Taat

Tidak hanya pemerintah, warga pun harus berlaku demikian. Tidak perlu harus gegabah dalam bertindak termasuk menekan pemerintah dengan mencoba melanggar aturan protocol kesehatan. Iya kasus petamburan harus dijadikan contoh agar kasus itu tidak terulang lagi di Sumba Barat Daya. 

Bagaimana pun rakyat diatur oleh pemerintah dan kita harusnya taat pada aturan yang dibuat pemerintah. Suka ataupun tidak, mau atau tidak hidup kita sedianya sudah diatur dan akan begitu seterusnya. Tidak perlu lagi merasa dengan system demokrasi yang memberikan ruang kebebasan yang begitu besar buat rakyat lalu melupakan esensi yang sebenarnya bahwa kebebasan yang diberikan itu nyataya punya batasan tertentu yang diatur UU. Dengan kata lain kebebasan yang diberi itu sudah sewajarnya bisa dipertanggungjawabkan bukan sebaliknya. 

Toh himbauan pemerintah soal pembatasan pelaksaan pasola itu semua demi kebaikan rakyat sendiri. Pemerintah tidak mau kasus terkonfirmas  covid terus-terusan meningkat setiap harinya. Bahkan menyeretnya pada kematian. Hal ini wajar mengingat dampak pandemic covid tidak hanya terjadi kota besar saja ataupun ibukota Provinsi tapi juga berdampak langsung pada kabupaten itu sendiri. Perekonomian lesuh, sepinya wisatawan, anggaran daerah yang dipangkas adalah deretan dampak yang langsung dirasakan daerah apalagi daerah yang tengah berjuang keluar dari kemiskinan.

Paparan ini pun menegaskan bahwa kritikan yang ditunjukkan kepada pemerintah kemarin merupakan sebuah hal wajar bukan untuk menjatuhkan tetapi membangun kembali optimisme bersama membangun daerah ini. tidak perlu menjadi takut untuk dikritisi apalagi disalahkan. Masih ada ruang berbenah. Pemerintah butuh teman dan teman yang baik tidak akan membiarkan temannya menderita karena pujian semata. 

Lebih baik mengkritisi daripada diam dan membenarkan sesuatu yang keliru. Dan peran itu dimainkan baik oleh DPRD. DPRD menjalankan fungsi controlnya selain fungsi Legislasi dan Anggaran. Bagi mereka hal itu adalah bagian penting walaupun di satu sisi harus menerima serangan dari berbagai pihak lainnya karena menganggap kritikan mereka terlalu berani terhadap pemerintah. 

Terlepas dari itu semua, dinamika dan polemic yang belakangan ini terjadi membuat kita sadar bahwa untuk melawan pandemic covid hanya bisa dilakukan secara bersama dan bukannya dibebankan pada satu pihak. Sudah saatnya kita bergandengan tangan untuk kembali bersama, duduk dan bicara sebelum mengambil sikap dalam bertindak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun