Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Untuk Pemimpin

10 Maret 2018   11:04 Diperbarui: 10 Maret 2018   11:11 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secarik kertas usang tulisan tangan

aku, dia dan mereka wakili harap kami.

Iya..kami adalah pemilik negeri ini yang kadang ditipu, yang punya 'Tuan' tapi tidak pernah dituankan, malah hanya dijadikan hamba kepentingan dan hasrat semu, dipreteli dengan janji tanpa merasakan janji itu sendiri.

Surat usang ini kami layangkan saat kegerahan kami memuncak di alam pikir, tidak selaras dengan kerinduan akan janji, lantas menyeret kemauan tuk 'memberontak' sembari berharap pemimpin kami membaca serpihan luka dalam surat ini.

Bukan untuk mengubah apa yang sudah terjadi, atau pun membenarkan saat mata melihat yang tidak benar, tetapi hanya untuk menegur kalau kalau kami yang empunya negeri ini.

Kami masih berharap dan terus berharap, bukan tuk mau ditipu lagi, atau sekedar mau dikeyangkan dengan janji manis namun terasa pahit diakhirnya. Kami hanya meminta apa yang seharusnya dilakukan, dan bukan diharapkan, ataupun yang dirindukan karena kami menuntut yang ada bukan nanti tapi sekarang.

Surat usang ini, adalah cacatan semu, mungkin juga dinamika hidup kami sebagai 'rakyat' yang kata mereka punya kuasa lebih ketimbang penguasa tetapi terkadang kuasa kami dikerdilkan karena tidak punya posisi, jabatan dan uang. Ah..rumit, tetapi serumit ini kah hidup kami? atau memang begini nasib jadi rakyat? mungkin juga, yang pasti kami masih disini, masih ditempat yang sama tempat para leluhur kami mengajarkan kebenaran yang sesungguhnya sembari berharap lahirnya pemimpin baru dengan janji bukan membutakan tetapi menerangkan kegelapan kami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun