Kasus GT Flame Tube 1.2 menyeruak setelah “hilang”nya Ermawan Arif Budiman, mantan kepala sector Belawan Medan. Sebagai Kepala Sektor, Ermawan adalah direksi pekerjaan penggantian Flame Tube Gas Turbin 1.2 yang mensuplai Listrik ke Sumatera Utara dan sekitarnya.
Sebenarnya sebelum menghilangnya Ermawan, salah satu tersangka kasus ini yang berasal dari Kontraktor CV. Sri Makmur yang didukung PT. Siemens Indonesia, Yuni, juga telah ditetapkan menjadi DPO. Yuni dicari sejak bergulirnya kasus ini bulan Mei 2013. Sampai saat ini, pihak kejaksaan belum berhasil menemukan keberadaan Yuni. Padahal menurut beberapa sumber Yuni sering terlihat menyeruput kopi di Sun Plasa Medan.
Kronologis Kasus
Banyak masyarakat Medan yang awam terhadap kasus ini terhasut oleh berita mengenai korupsi yang sepotong dan melakukan penghakiman kepada para terdakwa karena pemberitaan Media. Korupsi adalah musuh kita semua dan kita harus memeranginya. Tetapi fitnah adalah sesuatu yang harus dihindari. Terdakwa dituduh korupsi karena laporan sebuah LSM yang ketuanya tidak memenangi beberapa tender di lingkungan PLN Medan, mirip seperti kasus bioremediasi. Khusus untuk GT Flame Tube 1.2 ini, keadilan raja melakukan investigasi untuk memahami persoalan yang terjadi dalam kasus ini.
Untuk memahami persoalan, kita harus mengerti apa itu Flame Tube. Flame Tube adalah Suku cadang dalam sebuah Gas Turbin yang berfungsi sebagai pemercik api di Gas Turbin yang menghasilkanlistrik, jika dianalogikan mirip fungsi busi pada sebuah mobil. Penggantiannya haruslah menggunakan suku cadang orisinil yang diproduksi oleh pabrikan Gas Turbin, hal ini agar dimensi dan spesifikasi lainnya kompatibel dengan Gas Turbin.
Kasus ini secara sederhana bisa digambarkan sebagai berikut:
PLN membeli dua set suku cadang flame tube untuk gas turbine tipe V94.2 yang diproduksi oleh Siemens. Kontraktor CV. Sri Makmur dinyatakan sebagai pemenang tender terbuka dan mendapat jaminan untuk menyediakan suku cadang flame tube dari pabrikan Gas Turbin yakni Siemens. Flame tube pengiriman pertama diterima dengan baik. Pada pengiriman kedua, CV. Sri Makmur Aka PT. Siemens Indonesia mengirimflame tube termutakhir. PLN telah melakukan klarifikasi kepada CV. Sri Makmur dan PT. Siemens Indonesia, Kontraktor menyatakan bahwa flame tube kedua tersebut adalah orisinal. Kedua flame tube tersebut dijamin masakerjanya selama 1 tahun dari sejak dipakai.
Kedua flame tube tersebut bekerja terus menerus, khusus untuk flame tube kedua telah bekerja selama 2 tahun 8 bulan. Menurut laporan LAPI ITB, flame tube mengalami kerusakan karena TIDAK DILAKUKAN PERAWATAN BERKALA sebagai akibat bekerja terus menerus untuk mensuplai 200 MW di Sumatera Utara dan sekitarnya. Kerusakan ini adalah hal yang biasa untuk sebuah mesin yang bekerja terus menerus tanpa henti dan lebih penting lagi bahwa kerusakan ini bisa diperbaiki.
Atas laporan salah satu LSM, pihak kejaksaan agung melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kerusakan ini. Hal yang seharusnya ranah profesionalitas PLN menjadi masuk ke ranah PIDANA. Kejaksaan Agung mendakwa Albert Pangaribuan (General Manager), Edward Silitonga (Manager Bidang Perencanaan), Ferdinand Ritonga (Ketua pemeriksa Mutu Barang), Fahmi Lubis (Manager Bidang Produksi), Robert Manyuzar (Ketua Panitia Lelang), dan Ermawan Arif Budiman (Manager Sektor).
Yang menyedihkan dari kasus ini adalah stigma koruptor telaht ercoreng di dahiparaKaryawan PLN dan keluarganya, media massa juga melakukan penulisan yang tidak berimbang dan cenderung melakukan penghakiman dengan meminta pendapat dari mereka yang tidak memahami kasus ini secara komperhensif dan mendalam.
Untuk memahami lebih detail, maka keadilan raja mengklasifikasikan proses yang berlangsung untuk kasus ini, mulai dari Pembuatan Harga Perkiraan Sendiri, Proses Pengadaan dan Eksekusi Kontrak.
Proses PembuatanHargaPerkiraanSendiri(HPS)
Sama seperti onderdil/suku cadang mobil dan motor, harga suku cadang untuk gas turbin ini bisa di check di internet. Metode penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bisa dilakukan dengan menggunakan informasi dari primary sources sepert imarket survey kepada Original Equipment Manufacturer (OEM), ataupun informasi dari secondary sources seperti informasi dari kontrak sebelumnya atau dari sumber lain dari internet.
Dalam pembuatan HPS, karyawan PLN melakukan metodemarket survey langsung ke Siemens. Berdasarkan survey tersebut, Siemens mengkonfirmasi bahwa harga penawaran mereka adalah harga terbaik (Rock Bottom Price).Setelah melakukan kajian, PLN menetapkan HPS sekitar 5% lebih rendah daripada hasil market survey.Hal ini dilakukan untuk memberikan posisi tawar yang lebih baik jika nanti harga penawaran dari peserta pengadaan lebih tinggi dari hasi lmarket survey.
Proses Pengadaan
Setelah pihak pengguna dan perencana telah selesai menentukan spesifikasi produk, panitia pengadaan melaksanakan proses pengadaan suku cadang Flame Tube ini merujuk pada Pedoman Pengadaan Barang/Jasa PT. PLN (Persero) No. 100K/010/DIR/2004 dan Penjelasannya No. 200K/010/DIR/2004. Disamping itu juga merujuk pada Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance PadaBadan Usaha Milik Negara (BUMN).
Panitia pengadaan melakukan proses pengadaan secara terbuka melalui e-procurement. Sebagaimana diketahui bahwa proses pengadaanmelalui e-procurement memiliki kelebihan dalam hal transparansi dan sulit untuk diintervensi olehpihak-pihak lain yang memiliki interest terhadap proses pengadaan.
Pemenang dari proses pengadaan ini adalah CV. Sri Makmur yang didukung oleh Siemens dengan penawaran sebesar Rp 23 Milyar lebih rendah daripada HPS dan dengan jaminan produk selama 1 tahun. Setelah dilakukan evaluasi teknis, penawaran CV. Sri Makmur bisa diterima dan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana tertuang dalam dokumen pengadaan. Pada akhirnya, CV. Sri Makmur ditetapkan sebagai pemenang proses pengadaan ini. Setelah proses pengadaan selesai maka berakhirlah tugas panitia pengadaan yang dipimpin oleh ketua tim pengadaan, Robert Manyuzar.
Salah satu tuduhan yang dinisbatkan ke Ketua Tim Pengadaan, Robert Manyuzar, adalah yang bersangkutan tidak melakukan kunjungan kelapangan (Pabrik Siemens di Jerman) dalam pembuatan HPS. Tuduhan ini tentu sangat janggal, karena hampir semua proses pengadaan di lingkungan BUMN tidak melakukan kunjungan ke lapangan dalam pembuatan HPS-nya. Jika hal ini dianggap sebagai kesalahan oleh majelis hakim, dan bisa dipidanakan maka hampir semua panitia pengadaan di BUMN harus dipenjarakan karena pembuatan HPS yang tidak mengunjungi lapangan.
Jika diwajibkan maka kunjungan ke lapangan ini akan mengakibatkan kerugian Negara dimana Negara harus mengeluarkan biaya dinas yang tidak sedikit untuk perjalanan pengecekan ke Jerman (atau Negara Pabrikan lain). Saat ini alat komunikasi seperti internet dan email seharusnya diberdayakan untuk menekan biaya-biaya kunjungan yang memakan biaya sangatbesar. Lebih jauh evaluasi HPS bisa dilakukan dengan Activity Based Cost analysis ataupun market survey.
Proses EksekusiKontrak
Pengiriman pertama Flame Tube tidak mengalami kendala karena sesuai dengan spesifikasi produk yang ada di dalam kontrak.Tim penerima dan pemeriksa barang telah menerima flame tube pengiriman pertama tanpa kendala. Pada pengiriman kedua, tim pemeriksa mutu barang menemukan perbedaan spesifikasi dan setelah berkonsultasi dengan atasan terkait serta dilakukan klarifikasi dengan pihak Siemens, flame tube kedua yang dikirim adalah flame tube orisinil yang termutakhir dengan pengembangan di beberapa bagian. PT. Siemens menyatakan bahwa flame tube seperti tertuang di dalam kontrak sudah obsolete dan tidak diproduksi lagi dan PT. Siemens Indonesia menyatakan bahwa tidak terdapat biaya tambahan untuk flame tube yang baru ini.
Setelah Flame Tube kedua bekerja selama 2 tahun 8 bulan, dengan asumsi harga listrik per KWH sebesar Rp 640.00, maka flame tube ini telah menghasilkan pendapatan Negara melalui PLN sebesar 2.95 Triliun Rupiah. Sebagai informasi, berdasarkanlaporan LAPI ITB, Flame Tube kedua ini seharusnya bisa diperbaiki, namun karena pihak kejaksaan menyegel flame tube ini maka perbaikan tidak bisa dilakukan sehingga defisit listrik masih tetap terjadi.
Apa Yang Dikorupsi oleh Karyawan PLN?
Suku cadang berupa flame tube yang dibeli, bukanlah hal fiktif. Barangnya ada dan saat ini masih bekerja. Hakim menyatakan bahwa tidakterjadi aliran penerimaan uang (sogokan) dari Kontraktor kepada karyawan PLN. Hasil temuan BPKP menganggap bahwa terjadi total lost sebesar Rp 23 Milyar, dipertanyakan karena disamping BPKP bukanlah lembaga yang berhak menyatakan kerugian Negara, pada kenyataannya flame tube tersebut tetap bekerja menghasilkan pendapatan untuk Negara. Bahkanmenurut BPK, PLN memiliki laporan yang wajar.
Hakim menyampaikan bahwa listrik padam di medan telah menyebabkan kebakaran, kecelakaan dan tidak bisanya anak-anak belajar dengan baik. Namun siapa yang bisa mengkuantifikasi kerugian yang sifatnya sangat prejudice ini. Jika karyawan yang terlibat dianggap tidak cakap, tentulah hukumannya bukan penjara namun surat peringatan danpenurunan pangkat, atau diberhentikan dengan tidak hormat. Namun ini, di dakwapasal 2 & 3 UU Tipikor No 31/1999. Mengerikan sekali.
Mengapa Kontraktor yang mengirim barang yang tidak sesuai spesifikasi dan dianggap merugikan Negara malah tidak didakwa oleh Kejaksaan?.
Terus, mengapa Karyawan PLN tersebut masih didakwa korupsi?. Apa yang mereka curi dari Negara?.
Pertanyaan berikutnya, dimana Yuni, Kontraktor CV. Sri Makmur saat ini berada?, mengapa Kejaksaan tidak bisa menangkap Yuni yang sudah masuk dalam DPO sejak tahun lalu?.
Sulit untuk memahaminya, dan saya berpendapat telah terjadi mal praktek di bidang penegakan hukum. Semoga kasus ini berakhir dengan tegaknya keadilan yang berdasarkan fakta hukum di persidangan. Bukan karena tekanan dari pihak-pihak yang tidak senang akan seseorang individu atau institusi (PLN).
Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H