Mohon tunggu...
Himawan Sutanto
Himawan Sutanto Mohon Tunggu... -

Aktualisasi diri via menulis. semoga bermakna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Pemimpin yang Dicalonkan dan Mencalonkan

8 Agustus 2014   15:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:04 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Suatu kali dalam sebuah Rapat Umum Pemegang Saham suatu PT cukup besar di Jakarta, beberapa anggota Direksi dicopotoleh pemegang saham Mayoritas.

Pada saat pencopotan itulah para anggota Direksi tersebut diberi kesempatan untuk membela diri di muka RUPS sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang PT. namun bukannya pembelaan diri yang terlontar dari para anggota Direksi yang diberhentikan tersebut melainkan suatu tanggapan yang semestinya dapat menjadi pembelajaran kita semua. Tanggapan tersebut antara lain dilontarkan dari salah satu anggota Direksi yang mengawali dengan membaca Innalillahi wa Innalillahi raji’un. Kemudian ada anggota Direksi yang lain, mengakhiri tanggapannya dengan menyampaikan bahwa banyak orang yang menginginkan Jabatan tapi menyesali di hari kemudian.

Apa yang dapat dipetik dari ucapan kedua anggota Direksi tersebut tidaklah sebanding lurus dengan kebanyakan kita yang sepertinya sangatlah mendambakan jabatan prestisius Penyebutan Innalillahi saat dirinya dicopot dari jabatan prestisius selaku Direktur di sebuah perusahaan besar menandaskan bahwa yang bersangkutan menyadari betapa jabatan itu juga hanyalah titipan belaka dan pada akhirnya akan pergi meninggalkan kita serta ujung-ujungnya kita yang berasal dari Nya dan akan kembali kepada Nya tanpa membawa jabatan itu. Sehingga sejalan dengan apa yang diutarakan oleh anggota Direksi lainnya bahwa memang seseorang yang diberi jabatan sejatinya adalah diberi amanah. jika kita dalam menjalankan jabatan tersebut tidak amanah alias mangkir maka sampai kapanpun kemangkiran kita akan diadili, entah itu di alam dunia ini maupun di alam akhirat nanti. Hingga tidaklah mengherankan jika pemburu-pemburu jabatan itu menyesal di kemudian hari karena tidak amanah. semoga kita termasuk orang yang tidak rindu alias kesengsem pada jabatan.

Namun apa yang terjadi di bumi pertiwi kita ini. Setelah kita saksikan perhelatan pemilukada di berbagai daerah lantas kita saksikan perhelatan jilid kedua, yaitu pilpres yang cukup menyita perhatian kita bersama. Namun apa yang dapat kita perhatikan bersama di kedua perhelatan ini. Betapa jabatan tidak saja diburu namun juga diperebutkan. Bukankah gugatan-gugatan yang bersemayam di MK menandakan bahwa mereka sepertinya tengah memperebutkan jabatan yang seharusnya ditakuti.

Kenapa kita harus takut pada jabatan. Selain amanah yang maha berat, jabatan itu juga mengandung beban yang harus dipertanggung-jawabkan seumur hidup. Sudah menjadi keharusan seseorang tidak usah mengejar jabatan melainkan dihampiri jabatan. Oleh karena itu idealnya seseorang menjadi pemimpin alias memegang jabatan bukan karena dirinya “mencalonkan” melainkan “dicalonkan”. Perbedaan “me” dan “di” ibarat langit dan bumi jauhnya sehingga kita semestinya memiliki jabatan karena dicalonkan bukan mencalonkan dan kita semestinya memilih pemimpin yang akan menduduki jabatan prestisius karena dicalonkan bukan mencalonkan diri. Semoga.

Him Agustus 14

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun