“Coba, miss mau tes satu satu ya tentang pelajaran kemarin! Ok, are you ready?”
“Yes, Miss....”
Senang rasanya mendengar dan melihat ekspresi anak didikku dari hari ke hari semakin membaik dan meningkat kemampuan dalam berbahasa Inggris. Rabu, tepat pukul 7.00 saatnya pelajaranku dimulai. Tidak ada persiapan apapun, hanya terbesit beberapa ide bermunculan di pikiran ini. Ya, folding paper kupilih sebagai teknik mengajar Rabu itu.
“Well, I’d like to ask Zaki,” mendekati Zaki sembari tersenyum. “Zaki, are you ready answering my questions?”
“Yes, Miss.” Zaki menganggukan kepalanya dan terlihat gigi mungilnya itu.
“Zaki, what did you eat last night?” Oh ya, hari itu aku mereview kembali pelajaran tentang Past Tense.
“I ate a piece of Pizza.”
“Excellent,” kuacungkan jempol ini ke arah Zaki.
Aku berjalan ke arah anak didikku yang terlihat gelisah dengan pertanyaan yang akan kuberikan. “Jasmine, do you want to answer my question?” Kembali kuarahkan senyumanku untuknya.
“Yes,” kepalanya mengangguk ke arahku.
“Did you sleep late last night?” Aku berjalan menuju meja belajarnya, dan kembali bertanya, “Is it easy, right? You can answer now.”
“No, I didn’t.”
Lalu, kuacungkan kembali jempolku, “Very good.”
Baru dua anak didikku yang berhasil menjawab pertanyaanku. Rasanya masih perlu aku bertanya kembali untuk tahu apa mereka sudah mengerti dengan pelajaran tentang Past Tense. Kali ini, aku dekati anak didikku yang sedikit lambat menerima pelajaran. Terkadang, anak ini butuh bimbingan saat akan mengerjakan latihan soal.
“Devon, are you ready to answer my questions?”
“Pertanyaannya apa Miss?” Devon akan selalu bertanya saat dia merasa belum jelas.
“What did you watch two hours ago?”
Nah, kali ini Devon menjawab cepat sekali. “I watched Cartoon film two haours ago.”
Tak canggung-canggung aku pun mengusap kepalanya, dan berkata “Excellent.”
Saat aku akan berjalan menuju meja anak didikku yang terletak dua baris dari belakang, terdengar suara ketukan dan mengucap salam, “Assalamuallaikum,” suara mungil anak didikku yang datang terlambat ke kelas.
Kujawab salam itu, “Waallaikumsalam, Abile.” Ya, anak didikku yang satu ini terkadang membuat aku gemas, terkadang membuat aku ingin berhenti saja menjelaskan pelajaran di depan kelas.
“Miss, sepatuku tertinggal,” katanya sambil menunjukkan kakinya yang terbalut kaus kaki.
Sementara itu, anak didikku yang lain menertawakannya. Padahal, suasana kelas saat itu sedang kondusif sekali untuk belajar. Saat Abile masuk dan mengatakan kalau sepatunya tertinggal, hilang sudah konsentrasi anak didikku untuk belajar.
“Masya Allah, Abile... Kenapa bisa tertinggal?” Aku bertanya sembari kutahan rasa tawa ini.
“Itu Miss, aku buru-buru terus aku lupa kalau aku belum pakai sepatuku. Tapi tenang saja Miss, sebentar lagi pasti diantarkan sepatuku oleh Ayah atau Bunda,” balasnya polos sekali.
“Ok, you may sit down now. And prepare your English book,” kataku sembari mengantar ke meja belajarnya agar dia cepat duduk dan semua anak kembali fokus belajar.
Hmm, belum sempat aku menggunakan folding paper, waktu tersisa 5 menit lagi. Belum sempat juga Abile aku beri pertanyaan seputar Past Tense, waktu pelajaranku sudah habis. Saat itu aku belajar bahwa, ketika anak muridku lupa membawa buku pelajaran atau bahkan dia lupa memakai sepatunya, sebaiknya aku membahasnya di luar jam pelajaran, jika tidak akan habislah waktu untuk mengajar. Meskipun begitu, anak pasti akan merasa senang, karena aku menjadi pendengar yang baik atas kekecewaan yang terjadi pada dirinya sebelum sampai di kelas.
#noted: mengingat masa lalu adalah terbaik melupakan kepahitan sesaat, GBU....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H