Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dirgahayu Indonesia dan Cerita Singkat dari Orang-Orang Biasa

17 Agustus 2024   06:15 Diperbarui: 17 Agustus 2024   07:27 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera-bendera Merah-Putih yang berkibar. (Foto via Kompas.com) 

Tiap Agustus datang, tak sedikit masyarakat yang mencoba peruntungan dengan menjadi penjual musiman: menjajakan bendera. Setidaknya itu yang bisa dilihat di beberapa titik di jalan-jalan kota Palembang.

Di jalan-jalan utama atau di jalan pinggiran kota, merah putih yang mereka jual akan tampak menyolok berkibar-kibar dari kejauhan; tak peduli kegiatan jual-beli yang mereka lakukan merampas hak pejalan kaki atau membahayakan nyawa mereka sendiri. 

Lalu mari kita bergeser ke pulau yang sedang hangat dibicarakan, tempat di mana Ibu Kota Nusantara (IKN) berada.

IKN sedang bersolek; pun jadi tempat digelarnya peringatan HUT Indonesia ke-79. 

Persiapannya tidak bisa dikatakan biasa: dimulai dari arak-arakan sang saka hingga menyewa mobil per satunya—menurut bisik-bisik tetangga—seharga 25 juta.

Tidak apa demi memperingati HUT Indonesia; tidak ada yang mahal untuk sebuah perayaan, katanya...

***

Saban kali hendak pulang, saya lebih suka memacu sepeda motor saya dengan kecepatan sedang nyaris rendah ketika memasuki komplek rumah. Saya susuri jalan sembari memandang kiri dan kanan: ada denyut kehidupan.

Ya, banyak sekali orang yang melakukan aktivitas jual-beli di jalan menuju komplek rumah saya.

Terkadang, terbesit dalam kepala saya ingin bertanya berapa rupiah yang mereka kumpulkan dalam sehari, berapa lama waktu yang mereka habiskan bertarung di luar untuk mengumpulkannya.

Mereka seperti kita; mereka adalah kita—yang menukar waktu dan lelah menjadi nominal ke nominal.

Sementara di kisah yang berbeda, ada seseorang yang sama seperti kita, bertarung pula tapi kalah dan kehilangan nyawa: KELAPARAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun