1. KKN merajalela
Rasanya tidak ada satupun pemerintahan yang pernah ada di negara Indonesia ini (atau di negara-negara lain?) tanpa unsur KKN—agak mustahil.
Indonesia adalah sebuah negara dengan fondasi sistem kekeluargaan; tolong menolong adalah yang utama, membantu yang kesusahan adalah keharusan.Â
Sebagai contoh, suatu bentuk usaha yang dirintis dari 0 saja pun, akan kita ajak pengelolaannya (secara bersama atau seluruhnya) pada orang terdekat kita terlebih dahulu. Bukan ujug-ujug tetangga sebelah rumah.Â
Hanya saja, negara bukan rintisan keluarga, ini menyangkut hajat hidup orang banyak.Â
Pejabat hanya diserahi mandat, rajanya tetap rakyat.Â
Begitu bukan seharusnya?Â
Tapi, makin hari KKN yang dilahirkan pemerintah kian gamblang.Â
Dimulai dari nepotisme kecil-kecilan, berkembang jadi korupsi besar-besaran— belum lagi kolusinya hanya karena faktor ngga enakan.
Semua disebarkan cepat oleh pemberitaan; mengecek apa yang hot trending jadi rutinitas.Â
Baca juga:
Konsisten Menulis di antara Jebakan Rutinitas, Memang Demi Apa?Â
Mainnya yang terlalu "kasar" atau media-media sekarang sudah terlalu barbar untuk bongkar-bongkar?
Bukankah patut rasanya rakyat merasa curiga jika ada pejabat yang mengisi posisi di ruang-ruang publik tanpa mekanisme yang jelas dan transparan—sekalipun mungkin yang bersangkutan memiliki kecakapan, kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni—alih-alih mengakali undang-undang dan konstitusi?Â
Sebagai rakyat Indonesia kita—setidaknya saya—pada akhirnya terbiasa untuk merawat rasa curiga itu.Â