Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Puan di antara Flexing Gaji dan Jabatan

19 Mei 2021   05:39 Diperbarui: 19 Mei 2021   08:10 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hitung-hitungan gaji. (Sumber: Pexel.com/Foto oleh Pixabay)

Kerja yang bener aja, cari duit yang banyak. Entar cewek juga ngantre buat ngedeketin!

Sudah berapa sering kalimat ini mampir di telingamu?

Satu kali? Dua kali?

Saya berani bertaruh dengan seluruh eksistensi saya kalau perlu, jika kau pernah—alih-alih sering—mendengarnya.

Saya sendiri terkadang sampai tak tahu lagi harus bereaksi seperti apa dan bersikap bagaimana jika mendengar—lagi—kalimat tadi. Padahal tak semua puan sudi dinilai begitu—setidaknya saya. Jujur saja, saya tak bisa tak merasa sensitif menyoal ini. Saya tak pernah rela!

Lagipula saya tak habis pikir bagaimana bisa "standar" kebahagiaan seorang puan ditentukan ujug-ujug hanya dengan lingkaran uang—dan jabatan sebagai pendamping eratnya.

Siapa yang kali pertama mencetuskannya dan sejak kapan persisnya? Meski dinarasikan dengan maksud bercanda, menurut saya itu sudah jelas kebablasan.

Beberapa bulan lalu—saya segarkan kembali ingatanmu—sempat pula ada pembahasan yang viral di jagat media sosial mengenai seorang influencer yang menanggapi satu cuitan—dari seorang influencer lainnya, yang katanya hanya ingin menikah dengan laki-laki yang memiliki gaji 250 juta sebulan.

Bayangkan 250 juta sebulan?!

Tolong yang gajinya masih di bawah sepuluh jutaan, mohon melipir sebentar.

Tak ada yang salah sebenarnya dengan jawabannya itu. Pun, saya menilainya demikian. Dia mengatakan itu karena ada relevansinya: dia sebagai pelaku utama langsung.

Subyektif? Tentu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun