Semisal, seseorang memakai (tenggat) waktu katakanlah dalam enam bulan. Jadi, di dalam waktu enam bulan itu, dia harus belajar dan mempelajari siapa calon mertuanya dengan baik.Â
Cara-caranya beragam, seperti: jadwalkan kunjungan berapa kali dalam sebulan untuk membangun jumlah intensitas pertemuan, gali obrolan, bangun kedekatan, bicarakan hobi dan kesukaan dan lain sebagainya. Di dalam waktu enam bulan itu pula seseorang akan tahu bagaimana respon mereka (baca: calon mertunya).
Libatkan pula pasangan untuk tahu bagaimana respon calon mertua dalam menilai.Â
Itu jika bicara tenggat enam bulan. Tiap individu mungkin memiliki tenggat yang berbeda dengan estimasi yang berbeda pula. Sila tentukan sendiri limit tenggatnya berapa lama.
Ini menjadi penting jika mengingat pernikahan adalah bukan hanya menyatukan dua orang manusia namun bersatunya juga dua keluarga—dan kedua orang tua pasangan adalah inti dari yang saya maksudkan.Â
Penilaian (dan keputusan) calon mertua sejatinya adalah cara bagaimana mengambil anak kesayangan mereka tersebut dari sisi mereka.
Lalu pertanyaannya, jika tenggat yang sudah ditentukan itu (baca: semisal enam bulan) berakhir apa lagi yang harus dilakukan?
Ini pertanyaan retoris sebenarnya. Namun, jawabannya kemungkinan cuma ada dua: jika calon mertua setuju terhadap hubungan yang dijalani anaknya (dan pasangannya tersebut), maka tenggat waktu yang telah dilewati itu akan ditutup dengan pembahasan lain yang mungkin jauh lebih serius (karena melibatkan keluarga besar) yakni berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sebuah pernikahan—namun jika calon mertua merasa sebaliknya, maka mulailah memikirkan kemungkinan "lain" sekalipun itu tidak enak untuk dikira-kira.
Maksud saya...akhirilah jika memang dirasa mustahil untuk dilanjutkan. Saya berkata seperti ini, bukan berarti saya mengamini sebuah perpisahan.
Sekali lagi ini hanyalah trik ala saya. Trik yang menggunakan tenggat yang sejatinya mengajarkan kita untuk tidak membuang-buang waktu lebih banyak sekalipun pada prosesnya telah mengerahkan daya upaya dan daya juang.
Perihal jodoh memang siapa yang tahu. Tapi, perihal menikah bisa direncanakan. Mencintai pasangan memang melibatkan perasaan. Tapi, restu calon mertua begitu menentukan.
Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H