Pantai merupakan ekosistem dengan dinamika yang terintegrasi. Jika dilihat terdapat interaksi antara daratan dan lautan dari keduanya. Interaksi itu menghasilkan proses alam dari daratan ke lautan maupun sebaliknya yang berlaku secara terus menerus. Sesuai dengan proses alam karakteristik pantai dapat berubah seiring berjalannya waktu bergantung pada topografi pantai dan kondisi iklim. Pertemuan antara darat dan laut biasa didefinisikan sebagai garis pantai. Garis pantai secara berkelanjutan dapat berubah akibat dari proses alam yang terjadi. Proses yang terjadi di sepanjang pantai yang diakibatkan oleh berbagai faktor salah satunya penjalaran gelombang dikenal dengan proses litoral (Triatmodjo.1999). Wilayah pantai dapat terbentuk akibat adanya gelombang dan arus air laut yang menghantap tepi daratan secara terus menerus dan berulang.
Proses pantai di bumi ini memainkan peran penting dalam memahami dinamika pesisir yang dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan beragam, sehingga rentan terhadap erosi, sedimentasi, dan abrasi. Iklim tropis yang ditandai dengan suhu hangat sepanjang tahun, curah hujan tinggi, serta pengaruh gelombang laut, pasang surut, dan arus laut turut membentuk kondisi pantai di Indonesia.
Banyak dari kalangan masyarakat mengira bahwa istilah pantai dan pesisir adalah sama. Namun, sebenarnya ada perbedaan yang perlu diketahui diantara keduanya. Pantai (shore) adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Sementara itu, pesisir (coast) adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapatkan pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Pada garis pantai yang merupakan garis batas pertemuan antara daratan dan air laut posisinya tidak tetap dan dapat berubah karena dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut dan erosi. Pesisir pantai adalah salah satu aset alam yang paling berharga di dunia, menyediakan habitat bagi keanekaragaman hayati, mendukung kehidupan manusia, dan menjadi sumber penghasilan ekonomi.
Perubahan garis pantai merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak daerah pesisir di seluruh dunia. Salah satu penyebab utama fenomena ini adalah abrasi pantai. Abrasi pantai yaitu proses alami di mana garis pantai secara bertahap terkikis dan tererosi oleh kekuatan ombak, arus, dan pasang surut. Namun, proses ini dapat berlangsung lebih cepat jika dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor alami yang paling memungkinkan adalah perubahan iklim, sehingga menyebabkan peningkatan permukaan air laut. Pada dasarnya proses perubahan pantai tidak jauh dari erosi dan sedimentasi. Erosi merupakan proses pengikisan partikel oleh arus laut yang terjadi secara alami atau akibat aktivitas manusia. Sedangkan sedimentasi merupakan proses berpindahnya dan pengendapan partikel di suatu tempat. Kedua proses ini saling berinteraksi dan mempengaruhi bentuk serta kondisi pantai. Dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama aliran, sebagian akan tertinggal diatas tanah sedangkan bagian yang lainnya masuk ke saluran drainase terbawa aliran menjadi sedimen (Fitriyah F.,Halim F.2014). Tepatnya di Indonesia, erosi pantai sering kali disebabkan oleh gelombang laut yang kuat, arus pasang surut, dan aktivitas manusia seperti pembangunan di daerah pesisir. Sedangkan proses sedimentasi dapat terjadi ketika material yang tererosi diangkut oleh arus laut dan diendapkan di tempat lain, membentuk pantai baru atau memperluas pantai yang sudah ada di sekitarnya.
Tidak hanya abrasi dan sedimentasi, fenomena alam seperti pasang surut air laut yang dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan matahari serta rotasi bumi dapat menyebabkan perubahan ketinggian permukaan air secara periodik. Pasang surut ini berperan penting dalam proses transportasi sedimentasi, pembentukan garis pantai, serta ekosistem pesisir seperti hutan bakau dan terumbu karang. Selain itu aktivitas pasang surut juga mempengaruhi peredaran sedimen di sepanjang garis pantai. Saat air pasang, partikel sedimen terbawa ke daratan dan mengendap di area yang lebih tinggi. Sebaliknya, saat air surut partikel sedimen dapat terkikis dan terbawa kembali ke laut. Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya permukaan air laut secara bergantian karena adanya gaya tarik benda-benda langit, paling utama adalah bulan dan matahari. Periode dari pasang surut dapat ditentukan, dimana pada saat permukaan air naik disebut dengan pasang sedangkan disaat air turun disebut surut. Pada daerah perairan pantai terutama teluk atau selat yang sempit variasi permukaan air laut yang mengalami pasang surut membawa jumlah air yang sangat besar dan arahnya berulang-ulang. Faktor yang mempengaruhi pasang surut adalah rotasi bumi terhadap matahari, revolusi bumi terhadap sumbunya, dan revolusi bulan terhadap matahari. Berdasarkan teori dinamis faktor pasang surut adalah kedalaman dan luasnya perairan, pengaruh rotasi bumi, dan gesekan di dasar laut.
Abrasi pantai diartikan sebagai proses erosi pantai yang disebabkan oleh kekuatan gelombang laut dan arus yang merusak. Dari adanya abrasi beberapa dampak negatif dapat terjadi, termasuk terkikisnya daratan di sepanjang garis pantai, perubahan morfologi pantai, dan kerusakan ekosistem pesisir. Abrasi dapat menghancurkan habitat alami seperti hutan bakau dan terumbu karang yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati. Terkikisnya daratan di sepanjang garis pantai sehingga mengurangi luas lahan yang tersedia untuk pemukiman, pertanian, serta kegiatan lainnya.
Penambahan material pada suatu objek atau permukaan yang biasa disebut akresi. Sehingga menyebabkan terbentuknya daratan baru atau perluasan daratan yang sudah ada. Proses akresi biasanya terjadi di daerah muara sungai atau pantai dengan energi gelombang yang rendah. Perubahan garis pantai seperti yang terjadi di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Perubahan garis pantai di Pantai Kecamatan Koto Tangah Kota Padang terjadi akibat abrasi dan akresi. Dilansir dari journal of social sciences berdasarkan hasil analisis maka didapatkan perubahan garis pantai yang signifikan pada periode pengamatan 2003 -- 2023 di mana terdapat berubahan berjarak 17,28 meter dari titik semula pada tahun 2003 menuju wilayah daratan yang biasa disebut dengan abrasi. Sedangkan untuk akresi tertinggi sebesar 93,28 meter.
Lalu apa bedanya akresi dan sedimentasi? Keduanya adalah proses penting yang mempengaruhi perubahan garis pantai dan morfologi dasar laut. Perbedaan utama diantara keduanya adalah bahwa akresi merupakan proses penambahan material sediemn ke garis pantai atau dasar laut yang menyebabkan terbentuknya daratan baru, sedangkan sedimentasi adalah proses pengendapan material yang terbawa oleh air, angin, maupun es ke suatu tempat yang biasanya di daerah yang lebih rendah. Perubahan iklim memiliki dampak signifikan terhadap proses pantai di daerah tropis, seperti peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, dan kenaikan permukaan laut. Salah satu dampaknya adalah kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di kutub dan pemanasan air laut. Di wilayah tropis, hal ini memicu erosi pantai yang lebih serius, menggerus garis pantai, serta menyebabkan penyempitan luas daratan. Erosi yang semakin ekstrim memperburuk abrasi, mengancam infrastruktur pesisir, dan mengurangi keberadaan ekosistem penting seperti hutan bakau dan terumbu karang yang berfungsi sebagai pelindung alami pantai. Terdapat juga pelindung pantai buatan manusia berbentuk bangunan atau biasa disebut sebagai bangunan pelindung pantai.
Bangunan pantai telah lama menjadi elemen penting dalam kehidupan di daerah pesisir, menyediakan infrastruktur penting yang mendukung berbagai aktivitas manusia. Sebagai faktor penggerak utama perekonomian dan kehidupan masyarakat pesisir, adanya bangunan pantai memberikan dampak yang luas dan signifikan terhadap lingkungan pesiisr secara keseluruhan. Bangunan pantai yang meliputi pelabuhan, dermaga, serta fasilitas pariwisata merupakan bangunan-bangunan yang tidak terpisahkan dari wilayah pesisir. Oleh karena itu, bangunan di tepi pantai harus dirancang menggunakan material dan teknik konstruksi khusus yang tahan terhadap kondisi morfologi pantai. Contohnya, penggunaan material beton ditambahkan dengan pelindung korosi. Semua aspek lingkungan harus dipertimbangkan secara menyeluruh untuk menghasilkan bangunan pelindung pantai yang tidak hanya estetik tetapi juga fungsional dan dapat bertahan lama.
Perlindungan pantai dapat secara tidak sengaja ditimbulkan secara alami oleh pantai maupun dengan bantuan manusia. Pemilihan jenis bangunan pelindung pantai berdasarkan fungsi dari bangunan pantai itu sendiri, material yang tersedia, serta kondisi morfologi pantai. Berbagai macam jenis bangunan pelindung pantai yang ada di Indonesia, mulai dari breakwater, jetty, groin, revetment, dan sebagainya. Pembangunannya sendiri juga harus memperhatikan kondisi habitat yang ada di sekitarnya agar tidak merugikan atau merusak alam yang kita miliki.