Tahun 2024 adalah tahun yang sangat berat bagi saya. Tidak hanya karena ujian hidup yang berat dan stressnya proses mengerjakan skripsi, tahun ini adalah masa dimana saya semakin mengenali diri sendiri. Terlalu mengenal sampai berada pada titik dimana saya takut dengan diri saya sendiri. Segala bentuk kedalaman personal—yang baik maupun yang jahat—tak ada satu pun yang tidak pernah saya jelajahi. Saya semakin tenggelam ke dalam relung hati, jiwa dan pikiran.
Pada saat-saat yang berat itu, saya menyadari bahwa saya merupakan seorang high empath. High empath adalah sebuah frasa untuk menggambarkan orang-orang dengan empati yang sangat tinggi, terlalu tinggi sampai-sampai membuat kami mampu memahami motif dan perasaan orang lain secara mendalam. Bagi kami, dunia tidak pernah milik sendiri. Keinginan untuk bertanya dan memahami sering kali menyiksa diri. Jika gagal, maka sakitnya terasa luar biasa.Â
Sebagai orang dengan high empath, saya memiliki intuisi untuk memahami sesuatu atau seseorang dengan detail dan tanpa celah. Pada saat orang yang kami cintai tidak mampu untuk terbuka, maka kami akan marah. Yang paling penting dan yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa kami tidak akan pernah marah kepada anda yang tidak ingin terbuka, melainkan kepada kami sendiri yang mungkin terlihat kurang ramah. Bagi kami, informasi yang tidak penuh adalah formasi penyiksaan.
"Mungkin saya kurang tersenyum", "mungkin saya kurang lembut", "mungkin saya kurang memahaminya" mungkin, mungkin, mungkin... Isi kepala yang terlalu abstrak tidak pernah bisa memuaskan kami. Â Insting kami hanya 1: memahami
Kemampuan untuk melihat diri pada sepatu orang lain membuat kami rentan untuk kehilangan diri. Saya sendiri telah merasakannya berjuta kali, itulah mengapa saya menyukai kesendirian. Kesendirian adalah momen dimana saya tidak harus mencampurkan diri dengan orang lain. Walau begitu, ada kalanya juga saya membiarkan orang lain untuk masuk. Tentu saja dengan batasan-batasan tertentu. Namun, seluruh batasan ini baru bisa saya bentuk sejak tahun ini saja.
3 tahun lalu, saya bertemu dengan seorang pria tinggi semampai. Perawakannya sederhana, namun tampak aura kegelapan yang mendalam dari pelupuk matanya. Tanpa berpikir panjang, saya mengerti bahwa ada alasan jelas mengapa saya harus bertemu dengannya. Orang-orang membencinya, namun daripada itu, saya memilih untuk mengorek masa lalunya. Tidak perlu saya jelaskan sampai detail, saya sendiri pun tidak ingin mempermalukannya sebagai sosok yang pernah dan akan selalu saya kasihi. Yang jelas, masa lalunya sangat kelam. Ia keras kepada saya karena hanya itulah bentuk bahasa yang ia tau. Baginya, cinta adalah kontrol. Bagi saya, cinta adalah ketahanan dan pemahaman. Pertemuan kecil ini saling menghancurkan. Saya memutuskan untuk berpisah. Tidak hanya karena hubungan yang terlalu toxic, tetapi juga beberapa bentuk kriminalitas yang telah ia lakukan kepada saya.
Bertahun-tahun ia membenci dan mengolok saya. Apakah saya kesal? Tentu. Sebagai seorang manusia dan wanita yang normal, perasaan tersebut sangatlah wajar. Namun, pada saat sedang sendirian, seringkali saya menangis dan mengutuki diri karena tidak bisa menyelamatkannya. Saya tidak bisa membencinya sama sekali. Saya ingin yang terbaik untuknya. Semua ini terjadi karena saya memahami orang tersebut luar-dalam, sehingga sama sekali tidak ada ruang benci yang tersisa untuknya. Demikianlah hal tersebut merupakan bentuk cinta saya yang tanpa syarat kepadanya maupun kepada semua orang yang pernah hadir di hidup saya.
Syukurnya, tahun ini kami berhasil saling memaafkan. Saya mengerti dia dan dia mengerti saya. Saya menyayanginya dari jauh sebagai seorang teman, tidak berniat untuk mendekatinya sama sekali karena masih tersisa rasa takut. Saya harap, pertemuan yang singkat ini akan memberikan pengharapan baru bagi hidupnya. Ia harus memperbaiki hidupnya dan saya harus belajar untuk sembuh dari trauma masa lalu.
Saya pikir, tidak banyak orang yang bertanya "mengapa dia berbuat seperti itu, ya?" ketika seseorang melakukan sesuatu. Terkadang, pertanyaan ini bgitu menyiksa saya sebagai seorang perempuan high empath yang penuh dengan perasaan. Menjadi seorang high empath, berarti juga kemampuan yang besar untuk mempelajari sesuatu. Ketika saya memahami seseorang, itu sama saja dengan meluangkan waktu dan energi untuk belajar menjadi "diri"nya. Ketika tidak ada satu pun celah dan pola yang terlewat, maka suatu hari, bukan hal aneh jika saya juga berubah menjadi orang yang pernah menjahati saya. Karena saya sangat memahami sebuah konsep dengan sempurna.
Seluruh artikel dan karya lainnya yang saya ciptakan—baik yang sudah maupun yang akan datang—adalah bentuk protes diri dan percobaan untuk belajar menjadi lembut terhadap diri sendiri. saya ingin terus belajar bahwa dengan meluapkan cinta kepada orang lain, maka saya tidak akan jatuh ke dalam lubang kegelapan. Visi saya hanyalah memahami manusia dan dunia. Salah satu misi yang saya bawa adalah menyebarkan makna kehidupan dan pemahaman akan manusia kepada masyarakat dengan seluas-luasnya. Demikian artikel ini adalah salah satu surat cinta serta bentuk permintaan maaf yang sedalam-dalamnya kepada pria tersebut. Seluruh proses belajar saya tethadap cabang keilmuan Psikologi dan Kriminologi adalah bahasa cinta saya yang terdalam untuknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI