Mohon tunggu...
Kayla Nur Izdihar
Kayla Nur Izdihar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menimbang Keadilan dalam Kebijakan PPN 12% : Perspektif Multi-Dimensi

7 Januari 2025   17:50 Diperbarui: 7 Januari 2025   17:42 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada penghujung tahun 2024, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengumumkan kebijakan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang-barang mewah tertentu. Kebijakan ini merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Meski bertujuan untuk memperkuat keuangan negara, langkah ini memantik berbagai respons, terutama mengingat kondisi ekonomi yang masih menghadapi tekanan.

Kenaikan PPN dan Implikasinya

PPN, sebagai pajak tidak langsung, membebankan kewajiban kepada pedagang untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang sebenarnya ditanggung konsumen akhir. Tujuan utamanya adalah menambah pemasukan negara yang digunakan untuk membiayai program-program pembangunan. Namun, rencana kenaikan tarif PPN ini menuai kekhawatiran, khususnya dari masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih berjuang menghadapi dampak pandemi, inflasi, dan penurunan daya beli.

Perspektif Ekonomi
Ekonomi Indonesia saat ini sedang berupaya pulih dari pukulan pandemi. Dalam kondisi seperti ini, kebijakan kenaikan tarif pajak konsumsi dapat menjadi langkah yang berisiko. Kenaikan PPN bisa memicu peningkatan pengeluaran masyarakat, melemahkan daya beli, dan memperburuk kondisi ekonomi mereka. Penurunan konsumsi masyarakat dapat merembet ke sektor usaha, memperlemah permintaan, dan pada akhirnya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika daya beli masyarakat kuat, penyesuaian tarif pajak seperti ini dapat diterima tanpa memengaruhi stabilitas ekonomi secara signifikan.

Perspektif Sosial
Dari sisi sosial, kenaikan PPN menimbulkan kekhawatiran bahwa beban ekonomi akan semakin berat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Kelompok ini menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok, sehingga bahkan kenaikan kecil pada tarif PPN dapat berdampak besar. Lebih jauh lagi, tekanan ekonomi seperti ini berpotensi meningkatkan ketidakpuasan sosial yang dapat memicu masalah-masalah seperti peningkatan kriminalitas.

Perspektif Politik
Presiden Prabowo Subianto, yang baru saja memulai masa kepemimpinannya, tentu tidak ingin memulai pemerintahannya dengan kebijakan yang kontroversial. Kebijakan yang tidak populer dapat merusak kepercayaan publik dan dianggap bertentangan dengan janji politiknya untuk melindungi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu dikelola dengan hati-hati agar tetap menjaga stabilitas politik sekaligus mencerminkan keberpihakan pada rakyat kecil.

Penyesuaian Bijak oleh Menteri Keuangan
Menanggapi berbagai kekhawatiran, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah, seperti pesawat jet, kapal pesiar, yacht, dan rumah mewah. Barang-barang kebutuhan pokok serta jasa esensial seperti pendidikan dan kesehatan tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif 0%. Barang-barang lain yang sebelumnya dikenai PPN 11% juga tetap berada pada tarif lama.

Langkah ini menunjukkan responsivitas pemerintah terhadap realitas sosial-ekonomi masyarakat. Dengan fokus pada barang mewah, kebijakan ini mencerminkan asas keadilan sosial sekaligus menghindari dampak negatif pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Kebijakan yang Bijak dan Berkeadilan
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berhasil menunjukkan responsivitas dan kepekaan terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Kenaikan PPN yang selektif pada barang mewah mencerminkan asas keadilan dan kepatutan, meminimalisir dampak negatif yang dikhawatirkan sebelumnya, dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan PPN 12% yang selektif adalah wujud keberpihakan pemerintah terhadap keadilan sosial, sekaligus memperkuat fondasi fiskal negara untuk jangka panjang. Penyesuaian ini menunjukkan kebijaksanaan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi, melindungi kesejahteraan masyarakat, dan meminimalisir ketimpangan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun