Tahun 2023 sekarang ini Indonesia masih termasuk dalam kategori negara berkembang. Pernahkah kamu memikirkan, mengapa NKRI belum dapat dikatakan negara maju padahal sudah lebih dari setengah abad berlalu semenjak kemerdekaan?
Bukankah kita mengetahui bahwa negeri kita tercinta memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, baik dari sektor agraris maupun sektor maritim? Bahkan negara Indonesia lebih luas dari negara kepulauan lainnya seperti Jepang dan Korea, dimana keindahan alam tropis terbentang dari Pulau Sumatera sampai Papua. Lalu masalahnya apa?
Bukan terletak pada terbatasnya Sumber Daya Alam (SDA), namun masalahnya ada pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum sepenuhnya berkualitas. Ada banyak faktor penyebab SDM belum berkualitas, seperti proses pendidikan yang kurang efektif sehingga menjalar ke permasalahan lainnya.
Misalnya saja ialah kurangnya kesadaran dan pemahaman akan pentingnya menerapkan pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berdampak pada daya tahan tubuh yang mungkin saja masyarakat rentan terserang penyakit.
Apabila kesehatan masyarakat buruk, maka dapat menurunkan tingkat produktivitas dan pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara. Oleh karena itu, berbagai upaya dalam memajukan kualitas masyarakat mesti kita lakukan dan tingkatkan bersama, terutama berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Salah satu kenyataan pahit yang memprihatinkan adalah tingginya angka kejadian stunting di Indonesia yang semakin memperjelas bahwa kesehatan masyarakatnya belum cukup baik. Angka prevalensi stunting pada anak-anak Indonesia mencapai 30,8% pada tahun 2018 berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan.
Dikutip dari artikel humbanghasundutankab.go.id, Dr. Supriyantoro selaku ketua umum IndoHCF mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan presentase jumlah anak stunting tertinggi kedua di Kawasan Asia Tenggara dan menjadi urutan kelima di dunia. Sehingga, masalah kesehatan masyarakat Indonesia dianggap kronis oleh WHO (World Health Organization) karena prevalensi stunting lebih dari 20%.
Menanggapi hal ini tentunya pemerintah Indonesia tidak tinggal diam, Presiden Jokowi menargetkan penurunan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024. Adapun upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan secara bertahap membuahkan hasil, dibuktikan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan penurunan angka stunting tahun 2021 yaitu 24,4% menjadi 21,6% di tahun 2022.
Stunting merupakan kondisi dimana seorang anak mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi yang menghambat perkembangan fisik dan kognitif sang anak. Ciri-ciri anak mengalami stunting yaitu tinggi badan anak tergolong pendek karena tidak mencapai standar tinggi badan anak seusianya, rentan terserang penyakit, dan kemampuan berbicara atau berjalan yang lambat.
Adapun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagi faktor penyebab stunting menjadi dua, yaitu karena faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan ini bisa karena pola asuh orang tua yang belum dapat memenuhi asupan gizi anaknya, kebersihan lingkungan, riwayat gizi ibu, dan seberapa sering sang anak terkena infeksi. Sedangkan, faktor genetik murni karena keturunan.