Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan menganut sistem demokratis, suatu pernyataan yang sering menimbulkan perseteruan antar kedua kubu. Ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa negara sudah seharusnya memenuhi hak kebebasan tiap warga negara dalam bersuara dan berpendapat. Sedangkan di sisi lain, ada kubu yang menyadari suatu kenyataan dimana negara tidak serta merta memberikan kebebasan tanpa didasari oleh batasan aturan dan etika dalam menyampaikan informasi di media sosial.
Berdasarkan survei pada Januari 2023, sebanyak 60,4% dari seluruh penduduk Indonesia merupakan pengguna media sosial. Aktivitas daring semakin intens setiap harinya, terlebih lagi semakin maraknya pengguna medsos yang berlomba-lomba menjadi influencer/ content creator. Berbagai jenis konten dan informasi dapat diakses dengan begitu mudahnya. Selain itu, masyarakat juga bebas membuat dan membagikan konten. Tanpa terkecuali Bima, seorang mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan tinggi di negeri seberang, Australia.
Bima membagikan pandangan kritisnya terhadap pembangunan infrastruktur daerah Lampung melalui media Tiktok dengan username @awbimaxreborn. Kritikan Bima perihal kondisi jalan di kampung halamannya ternyata mengundang banyak perhatian publik dan akhirnya viral. Ia mendapatkan apresiasi dan dukungan netizen karena keberaniannya mengkritik pedas kinerja Pemerintah Daerah Provisi Lampung. Akan tetapi, ada netizen yang tak sependapat dengan opini atau cara penyampaiannya.
Berdasarkan keterangannya, Bima tak bermaksud menjelek-jelekkan Indonesia di mata dunia, ia membuat konten tersebut dengan dalih presentasi tugas kuliah. Bima tertarik mengangkat topik tersebut untuk mengekspresikan keprihatinannya terhadap ketertinggalan dan keterlambatan pembangunan Lampung yang nampak senjang dengan daerah-daerah di sekitarnya. Sekaligus memberikan saran-saran sederhana yang menurutnya baik untuk diupayakan dalam memajukan Lampung.
Namun, Bima tidak begitu memperhatikan tutur katanya yang menyebabkan timbulnya kontroversi. Ia dianggap tidak beretika dan kurang bijak dalam bermedia sosial oleh sebagian netizen. Dikabarkan bahwa pernyataan Bima seolah merendahkan dan menyudutkan pemerintah setempat. Karena khawatir mahasiswa pemberani tersebut dapat menggiring opini publik ke arah yang negatif, maka pemerintah setempat melaporkan Bima ke Polda Lampung.
Lalu, bagaimana pandanganmu mengenai kejadian yang dialami oleh Bima saat itu? Apakah kamu termasuk netizen yang mendukungnya atau memiliki sudut pandang yang bertolak belakang darinya? Fenomena ini dapat dikaji dari kaca mata pendidikan HAM (Hak Asasi Manusia) dan hukum-hukum yang berlaku dalam tatanan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Mengapa Bima memilih berkuliah di luar negeri daripada di dalam negeri, apakah ia tidak mencintai tanah air kelahirannya?
Tentu saja bukan seperti itu, Bima berhak memutuskan hal yang terbaik untuk dirinya sendiri. Karena setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C, yang berbunyi:
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Kendati demikian, bagaimana dengan hak kebebasan bersuara dan berpendapat di muka umum termasuk media sosial? Bima tak sepenuhnya salah tapi juga tidak benar seutuhnya. Sebagian masyarakat merasa kalau Pemda Lampung mencoba membungkam suara Bima, padahal tiap warga negara berhak menyampaikan pendapatnya sesuai UUD 1945 Pasal 28E ayat 2 dan 3:
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.