Banyak yang berpersepsi bahwa Gen Z adalah Generasi yang lemah, pemalas, dan banyak mengeluhnya. Dengan banyaknya kemajuan teknologi yang lebih efisien dalam kehidupan ini tentunya generasi muda dan semua orang di dunia menjadi lebih 'dimanja' oleh semua fasilitas dan kemajuan teknologi. Hal inilah yang menjadi cikal bakal mengapa Gen Z dianggap lebih malas dan santai dalam menghadapi segala sesuatunya. Berbeda dengan generasi milenial dan generasi sebelumnya yang mana masih tinggal dalam 'Hustle Culture', Gen Z memiliki slogan "work smart instead of work hard" yang lebih suitable dengan lifestyle Gen Z. Selain dicap pemalas, Gen Z juga dinilai sebagai generasi yang buta politik dan kental dengan pengaruh westernisasi maupun korean wave nya. Isu ini tidak sepenuhnya benar namun tidak seutuhnya salah. Menurut pendapat saya pribadi, untuk mengenal budaya luar seperti pengaruh budaya barat maupun korean wave, itu merupakan pilihan bagi setiap anak ketika ia sudah pada umur tertentu dan sudah dapat memilih mana yang cocok dengan passion dirinya.Â
Namun, orang-orang terlalu berfokus pada persepsi tersebut sehingga melupakan fakta gelapnya, yakni Gen Z tetap memiliki beban yang bahkan bisa jauh lebih rumit ketimbang generasi-generasi sebelumnya.Â
Faktanya, banyak Gen Z yang mengalami atau memasuki fase 'hustle culture' sama seperti generasi-generasi sebelumnya, namun memang berbeda dalam jenis 'overwork'nya. Generasi Z sangat amat 'gila' pada 'produktif' di usia yang tidak semestinya. Pada contohnya, saat ini banyak anak-anak sekolah seperti SMA atau bahkan SMP yang sangat terpacu dalam mengikuti workshop, pelatihan, ataupun join pada komunitas yang membuat soft skillnya terasah disaat usia-usia segitu di generasi-generasi sebelumnya masih di fase bermain, belajar, dan hahahihi saja. Dari situ kita bisa lihat bahwa Gen Z cukup tertarik untuk terlibat membuat perubahan. Terlihat pula dari keterlibatan mereka pada berbagai macam kegiatan volunteering. Survei yang dilakukan oleh tim Sparks and Honey menunjukkan bahwa 26% dari anak umur 16-19 tahun saat ini terlibat dalam kegiatan volunteering.Â
 The big question of "why?", menjadi sesuatu yang saya sebagai gen Z, kerap pertanyakan kepada teman-teman sekitar. Kenapa kita menjadi generasi yang gila kerja? Beberapa alasan mungkin bisa menjawab, mulai dari keinginan besar untuk mencapai karir atau kondisi finansial yang diinginkan, sampai ke pengaruh sosial.Â
Mengapa bisa demikian? lagi-lagi karena pengaruhnya internet serta kemajuan teknologi yang serba instan ini. hal ini berpengaruh pada sempitnya lapangan pekerjaan yang akan ada di masa depan, mengingat saat ini saja banyak pekerjaan yang digantikan oleh para mesin. Bagaimana jika di masa depan? tentu semuanya akan lebih instan dan teknologi yang jauh lebih maju.
Semua hal selalu ada sisi baik dan buruknya. Dengan adanya gaya hidup ini, secara tidak langsung kita bisa selalu merasa termotivasi untuk mencoba berbagai hal baru, tidak malas, dan melatih kemampuan diri. Namun, ada batas tipis antara motivasi dan pressure. Ketika saya mencoba beristirahat dan  tidak mengerjakan apa-apa, selalu ada rasa resah dan bersalah, apalagi mengetahui bahwa di waktu tersebut saya bisa saja mengerjakan sesuatu. Momen-momen seperti inilah yang membuat saya sadar kalau budaya ini sudah mendarah daging di generasi muda masa kini dan orang-orang yang terlibat di fast-paced-working environment.
Dikutip dari Indeed.com, Gen Z dibesarkan di salah satu lingkungan pendidikan paling kompetitif. Sehingga menjadikan Gen Z sangat fokus dan kompetitif pada banyak bidang. Mereka tidak cuma ingin mendapatkan nilai terbaik dan masuk ke sekolah terbaik, tetapi juga ingin memenangkan setiap lomba yang ada. Persaingan terus mendorong generasi Z ini. Persaingan bukan cuma melawan orang lain, tapi juga melawan diri mereka sendiri dan melawan waktu. Mereka ingin apa yang diinginkan sekarang tercapai, sehingga menjadi sangat fokus dan juga kompetitif.
Teruntuk teman-teman Gen Z, Â yang terpenting adalah balance. In this case, penting banget untuk menentukan work-life balance yang efisien. Tentu kita boleh bekerja sebanyak mungkin, namun kita juga harus ingat bahwa kita uga boleh kok untuk beristirahat sejenak. Sometimes it's okay simply not to do anything. Namun selama obsesi kita untuk hustle masih sehat, you do you. Kerja untuk hidup, jangan hidup untuk kerja!
Â
Â