Mohon tunggu...
Kayla
Kayla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNAIR

I like to play and write

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Boikot Film Akibat Adanya Pemeran Film yang Dianggap Sebagai Zionis

16 Desember 2024   00:54 Diperbarui: 16 Desember 2024   00:54 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang tokoh masyarakat harus berhati-hati dalam berperilaku karena apabila salah dalam berperilaku maka dapat berakibat fatal. Beberapa akibat yang didapatkan ketika seorang figur publik melakukan kesalahan adalah mendapatkan perilaku cyberbullying yang lebih dikenal dengan istilah penghinaan, kekerasan psikis, atau intimidasi yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan harapan dapat mempermalukan, mengintimidasi, dan menyebarkan informasi buruk serta kebencian di media sosial baik secara langsung dan khusus ditujukan pada korban maupun diketahui publik. 

Cancel culture merupakan fenomena baru dalam aktivitas sosial. Budaya ini berhubungan dengan tokoh masyarakat yang sedang tersandung problem atau skandal tertentu. Sehingga dapat dipahami bahwa cancel culture merupakan suatu budaya untuk mengucilkan atau membatalkan dukungan kepada seorang figur publik ketika melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak pantas dan menyalahi etika. 

Fenomena cancel culture sendiri berasal dari Amerika Serikat yang merupakan perkembangan dari "Woke Culture" dan "Call-out Culture" dengan makna sebuah sikap yang paham dan peduli tentang isu-isu sosial. Pemberitaan mengenai problem atau skandal yang dialami oleh seorang tokoh masyarakat menyebabkan kekecewaan penggemar dan berakhir pada cancel culture, yang menyebabkan penghentian aktivitas yang sedang atau akan berlangsung.

Terkait hal ini, fenomena boikot massal atau cancel culture terjadi juga pada para aktor dan aktris yang diduga dianggap sebagai zionis pro-Israel. Genosida yang terjadi di timur tengah ini sudah menjadi kontroversial sejak lama dan makin memanas. Dengan semakin banyaknya media yang menyoroti topik ini, dukungan yang datang dari masyarakat dunia yang menyerukan agar perang ini segera usai agar tidak menambah jumlah korban jiwa juga semakin membesar. Masyarakat pun mengutuk tindakan brutal Israel yang membantai masyarakat Palestina. Disisi lain, berbagai tokoh masyarakat juga memberi dukungannya terhadap kasus ini. Namun, dengan adanya tokoh masyarakat yang memberi dukungan kepada Israel menjadikan citra mereka buruk di mata publik. Mereka dinilai mendukung aksi genosida, yang berakhir dengan boikot massal tentang hal-hal yang berkaitan dengan Israel.

Selain dari boikot produk pendukung Israel, media seperti film dan musik pun terkena imbasnya. Fenomena pemboikotan film sedang ramai terjadi di masyarakat. Ada beberapa film yang baru saja rilis di bioskop terkena boikot karena ada pemeran film yang dianggap sebagai zionis. Seperti film Snow White yang dibintangi oleh aktris Gal Gadot. Gal Gadot-Varsano adalah aktris yang lahir di Petah Tikva, Israel, dari orang tua yahudi Michael Gadot, seorang insinyur dan sabra generasi keenam, dan Irit Weiss, seorang guru pendidikan jasmani. Gal Gadot terkenal menyuarakan dukungannya terhadap Israel selama konflik Israel-Palestina. Dia menggunakan platformnya untuk menyuarakan dukungan kepada Israel. Kemudian, ada juga aksi boikot film film Wonka yang ingin dihindari masyarakat. Ada juga seruan boikot terhadap film fiksi ilmiah Dune: Part Two yang rilis pada tahun 2024. Film tersebut dibintangi oleh Chalamet bersama Zendaya, Austin Butler, dan Florence Pugh. Seruan boikot tersebut disebabkan oleh penampilan Chalamet pada 12 November di "Saturday Night Live (SNL)" saat dia berpartisipasi dalam sandiwara yang dituduh meremehkan konflik yang sedang berlangsung di Gaza.

Fenomena ini juga menuai pro kontra di masyarakat karena dinilai film yang rilis sangat bagus sehingga ada yang menyayangkan untuk melakukan aksi boikot. Dalam kajian ilmu politik, gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan boikot terhadap Israel ini dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik. Adapun, bentuk partisipasi politiknya adalah partisipasi konsumerisme. Bentuk partisipasi politik ini memungkinkan konsumen mengekspresikan pendapat politiknya terhadap pasar, seperti membeli atau memboikot produk tertentu karena alasan politik, nilai, atau etika.

Konsumerisme politik dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan pasar sebagai arena politik melalui empat bentuk tindakan yang berfokus pada kepedulian politik, etika, ataupun lingkungan serta motivasi untuk tindakan pribadi dan kolektif. Tindakan tersebut adalah boikot (mengatakan tidak terhadap produk dan merek tertentu dan berkomitmen tidak akan membelinya), kemudian buycotting (sengaja membeli produk dan merek tertentu sebagai bentuk dukungan) serta  upaya diskursif (membahas peran produksi dan konsumsi dalam masyarakat dan pembangunan kemasyarakatan); dan perubahan gaya hidup (mengubah praktik dan standar hidup seseorang karena alasan politik, etika, dan/atau lingkungan). Gerakan ini mengajak warga negara dan konsumen secara global untuk menggunakan kekuatan pasar dianggap menjadi salah satu jalan terbaik untuk menunjukkan partisipasi dan ekspresi dukungan terhadap Palestina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun