Mohon tunggu...
Kayla Azzahra
Kayla Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

WNI

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Godok Aturan Hak Cipta Jurnalistik, Kominfo Lindungi Industri Media dari Arus Platform Digital

21 Maret 2022   20:55 Diperbarui: 21 Maret 2022   21:08 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak bisa dipungkiri jika kehadiran teknologi digital telah membuat banyak perubahan di tengah masyarakat. Apalagi di tengah kondisi pandemi belakangan ini yang memaksa kita untuk menyelam di arus dunia digital. Dari Pendidikan, pekerjaan dan juga penjualan, semua dilaksanakan secara massif lewat internet. Tak ketinggalan juga arus informasi yang diakses secara digital. Meski sayangnya lantaran teknologi digital, juga banyak data dan berita yang dicopy tanpa mencatut sumber aslinya.

Untuk itulah kominfo di bawah naungan Johnny G Plate tengah menggodok aturan "publisher rights" atau hak cipta jurnalistik. Dengan adanya aturan tersebut, diharapkan kekayaan intelektual para jurnalis dan media penerbit tidak dicuri mentah-mentah. Apalagi setelah hadirnya berbagai platform digital seperti Google, Facebook, Whatsapp, Telegram, Twitter dan lainnya.

Kita bisa dengan mudah menemukan cuplikan artikel media mainstream yang terkadang tak mencantumkan sumbernya. Padahal perusahaan raksasa digital tersebut menguasai 56 persen pasar digital untuk belanja iklan, sementara sisanya 44 persen diperebutkan oleh lebih banyak sector industry khususnya media massa.

Indonesia diharapkan bisa meniru langkah negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan aturan hak cipta jurnalistik ini. Australia pada awal 2021 tengah mengesahkan "News Media Bargaining Code" atau undang-undang untuk mendukung media jurnalistik dalam tantangan disrupsi teknologi. 

Dalam aturan tersebut, industry media bisa bernegosiasi dnegan platform digital mengenai harga untuk konten yang dimuat di platform tersebut. Aturan tersebut memberi tenggat waktu selama dua bulan untuk kesepakatan harga. Jika tidak ada kesepakatan, pemerintah bisa menunjuk wasit.

Di lain pihak, Korea Selatan juga menerapkan amandemen "Telecommunication Business Act" atau undang-undang bisnis telekomunikasi dalam mengatasi dominasi platform digital di pasar mereka. Korea Selatan melalui aturan baru memberi larangan penyelenggara pasar aplikasi seperti Apple App Store dan Google Play Store. Pemerintah Korea Selatan mewajibkan pengembang menggunakan sistem pembayaran buatan penyelenggara.

Sebagai informasi, Apple sejauh ini memberi kewajiban pada pengembang untuk menggunakan sistem pembayaran yang disediakan App Store dan mengenakan komisi sebesar 30 persen dalam pembelian dalam aplikasi. Pemerintah Indonesia dalam hal ini meyakini adanya aturan hak dipta jurnalistik diperlukan untuk menjaga koeksistensi ekosistem media di Indonesia. Hal ini lantaran platform digital selama ini selalu memberi mandaaf bagi masyarakat sebagai tambahan informasi.

Sejak tahun lalu Menkominfo, Johnny G. Plate tengah menyiapkan regulasi terkait hak cipta jurnalistik. Dia menyebutkan bahwa insan pers saat ini sedang berada di titik tak bisa diputar kembali atau "at the point of no return" dalam pusaran kemajuan teknologi informasi. Industri media dan jurnalis dituntut agar bisa beradaptasi dengan semakin canggihnya inovasi digital. Maka dari itu sejak awal 2021, pemerintah Indonesia tengah menggodok aturan tersebut.

Johnny menyebutkan bahwa dewan pers dan konstituen tengah bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dalam menyusun naskah akademk yang berkaitan dengan regulasi hak cipta jurnalistik. Naskah tersbut rencananya rampung pertengahan April. 

Beberapa perundangan yang dijadikan landasan dalam pembahasan hak penerbit diantaranya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang informasi dan Transaksi Elektronik, Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Senada dengan upaya Johnny G Plate, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo menerangkan bahwa implementasi payung hukum terkait hak cipta jurnalistik atau hak penerbit tak hanya dibutuhkan Indonesia, tapi juga di dunia. Beberapa negara di Eropa, Australia, Kanada dan laiinya juga telah mengadopsi "publisher rights" dalam konteks nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun