Publik tentu faham dan tahu, Dirut Pertamina yang memiliki kinerja “moncer” dan telah kembalikan harga diri Indonesia dengan kalahkan Petronas malah dicopot. Alasannya juga mengada-ada, yaitu perseteruan antara Dirut dan Wadirut Pertamina. Lucunya, saat Dirut dan Wadirut dicopot, ealaahhhh.... saat ini jabatan Wadirut dihilangkan. Bahkan jabatan Wadirut ini praktis hanya bertahan 5 bulan sejak diangkatnya Ahmad Bambang sebagai Wadirut di bulan Oktober 2016, lalu Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang sama-sama dicopot di bulan Februari 2017. Jadi fungsi Wadirut yang dibentuk adalah untuk mengganggu kinerja dan kepemimpinan Dirut. Lalu muncullah berita bahwa mantan Wadirut Pertamina akan dijadikan staf khusus Menteri BUMN Rini Soemarno. Klop sudah, dan semakin terang benderang.
Pertanyaannya mengapa Dwi Soetjipto harus dicopot?
Bacalah (googling kata kunci “Ari Soemarno dan Petral”) maka akan muncul berita dari tribunnews.com tanggal 28 September 2014 http://www.tribunnews.com/nasional/2014/09/28/ini-alasan-pihak-yang-tolak-jokowi-tunjuk-ari-soemarno-sebagai-ketua-pokja-anti-mafia-migas Saat itu Rini Soemarno sebagai Ketua Tim Transisi Jokowi menunjuk dan mengumumpkan Ari Soemarno sebagai Ketua Kelompok Kerja Energi dan Anti Mafia Minyak dan Gas. Kontan saja berbagai pihak langsung menolak, karena Ari Soemarno sebelum menjadi Dirut Pertamina pernah menjabat sebagai Dirut Petral sebagaimana dipaparkan Tim Riset Global Future Institute Ferdiansyah Ali. Tentu publik jadi bertanya “dalam rangka membongkar ataukah menyembunyikan Mafia Migas”. Untunglah Jokowi cerdik dan tidak mau dibohongi Rini, maka ditunjuklah Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Migas. Maka tancap gas dilakukan Faisal Basri, diselingi dengan pressure di media, Faisal Basri terus membongkar boroknya Mafia Migas dan Petral. Rekomendasinya paling lambat September 2015 Petral harus dibubarkan.
Pasca pembubaran Petral, sudah muncul suara-suara Dirut Pertamina akan diganti. Pastilah, siapa mau kehilangan uang lebih dari Rp 15 triliun pertahun, yang pastinya uang tersebut mengalir sampai jaauuuhhhhhh.......dan kemana-manaaaaa.......
Strategi Mafia Migas disusun dan mulai dengan melakukan perombakan komisaris. Sosok Sugiharto yang mantan Menteri BUMN dan mengerti betul bisnis BUMN, serta membackup total program reformasi Pertamina yang digagas Dwi Soetjipto digarap lebih dahulu. Sugiharto percaya Dwi Soetjipto, pastilahh.... silahkan di Googling, siapa yang mengangkat Dwi Soetjipto menjadi Dirut Semen Gresik tahun 2005. Jawabannya saat Menteri BUMN adalah Sugiharto?. Kenapa Sugiharto percaya sama Dwi Soetjipto yang merupakan Dirut Semen Padang lalu dinaikkan tinggi sekali menjadi Dirut Semen Gresik yang merupakan induk (holding dari Semen Padang dan Semen Tonasa). Lihat hasilnya Semen Gresik yang saat ini Semen Indonesia mencatatkan kinerja joosss sampai tahun 2014, yaitu laba naik 1.000% dari Rp 500 miliar menjadi Rp 5,6 triliun. Kapasitas pabrik semen meningkat 99% dari 16 juta ton/th menjadi 31,8 juta ton/th. Menjadi BUMN pertama berstatus multinational company (yang memberi julukan Menteri BUMN Dahlan Iskan) karena mencaplok Thang Long Cement Company Vietnam, sekaligus aksi tersebut menjadikan Semen Indonesia menjadi perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara mengalahkan Siam Cement dari Thailand.
Sugiharto masih Komisaris Utama Pertamina sebelum Dwi Soetjipto diangkat Jokowi menjadi Dirut Pertamina. Tentu saja, masuknya Dwi Soetjipto ke Pertamina maka lengkaplah “Duet Maut” Sugiharto & Dwi Soetjipto. Maka tidak salah transformasi Pertamina langsung berjalan mulus sejak awal Dwi Soetjipto menjabat.
Sugiharto diganti Tanri Abeng, sebagian publik sudah menduga akan terjadi sesuatu di Pertamina. Karena sosok Tanri Abeng memiliki rekam jejak yang kurang bagus. Benar Tanri Abeng pernah dijuluki manajer 1 miliar (gaji tertinggi di jaman itu). Namun saat Tanri Abeng menjabat sebagai Menteri BUMN, ditangan dialah Saham Semen Gresik dijual ke Cemex Meksiko yang memicu demonstrasi besar-besaran, termasuk tuntutan spin of Semen Padang dan Semen Tonasa. Lalu Tanri Abeng diganti Laksamana Sukardi, di era Laksamana Sukardi sebagai Menteri BUMN ditunjuklah Dwi Soetjipto di tahun 2003 sebagai Dirut Semen Padang untuk “menjaga Semen Padang agar tetap bersatu dengan Semen Gresik”. Misi Laksmana Sukardi berjalan sukses, kinerja Semen Padang moncer dan makin bersinergi dengan Semen Gresik. Lalu Menteri BUMN Sugiharto mengangkat Dwi Soetjipto menjadi Dirut Semen Gresik.
Kembali ke Tanri Abeng, pada saat menjadi Komisaris Utama PT Telkom terjadi gejolak di Telkom (silahkan Googling), kinerja Telkom sempat limbung dan goyang. Lalu setelah Komisaris Utama PT Telkom dijabat Jusman Safii Jamal (mantan Menteri Perhubungan) maka kinerja PT Telkom kembali membaik. Masuknya Tanri Abeng ke Pertamina, disinyalir untuk mengobok-obok Pertamina. Benar kejadian, baru beberapa bulan menjadi Komisaris Utama Pertamina, muncul usulan dari Dewan Komisaris Pertamina di bulan Juli 2016 kepada Menteri BUMN untuk menambah struktur direksi Pertamina dengan jabatan Wadirut, lalu naiklah Ahmad Bambang sebagai Wadirut di bulan Oktober 2016. Lalu konflik terjadi, karena ada kewenangan Wadirut yang tidak dimiliki Dirut Pertamina. Endingnya Dirut dan Wadirut dicopot di 3 Februari 2017.
Dwi Soetjipto Masih Dianggap Ancaman oleh Mafia Migas.
Lengser dari Dirut Pertamina, seolah-olah Dwi Soetjipto hilang ditelan bumi. Sosok yang biasanya selalu “muncul di depan awak media” mendadak hilang. Permintaan wawancara, bahkan “door stop” juga tidak dilayani. Beberapa narasumber menyampaikan pasca dicopot dari Dirut Pertamina Dwi Soetjipto banyak melakukan aktivitas sosial dan mengajar. Yaa..... jika melihat halaman fanspage FB Dr.DwiSoetjipto terlihat aktivitasnya di sosial mulai pencak silat, mengajar di Universitas Syiah Kuala, Universitas Negeri Padang, sampai mengisi pelatihan di Hutama Karya, CLDI dan lainnya.
Sudah menjauh dari hingar bingar, rupanya sosok Dwi Soetjipto masih dianggap sebagai ancaman oleh Mafia Migas. Ketiga ada rumor Menteri ESDM Ignasius Jonan butuh sosok kuat sebagai kepala SKK Migas karena Cost Recovery naik terus sedangkan produksi minyak turun terus (artinya : pemasukan negara terus turun), sebagai pakar efisiensi dan transformasi maka Jonan melihat sosok Dwi Soetjipto tepat memimpin SKK Migas. Lalu Mafia Migas ramai-ramai dengan melalui berbagai alat yang dimilikinya, termasuk beberapa media online seperti eksplorasi.id ramai memberitakan bahwa Dwi Soetjipto kelebihan umur sehingga pengangkatannya akan melanggar Keppres. Adakah media yang bisa mewancarai Dwi Soetjipto, jawabanya 1.000% tidak ada, karena memang Dwi Soetjipto sudah tidak berambisi mencari jabatan atau pekerjaan. Baginya “Tugas adalah Tugas”, “Amanah adalah Amanah”. Jika ada amanah akan dilaksanakan sebaik-baiknya.