Mohon tunggu...
Joko Lodang
Joko Lodang Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola oleh kuartet Sarjono, Eko, Marcello, dan Endang (disingkat JOKO LODANG). Kami berempat menolak hegemoni oleh siapapun dan dari apapun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kraton Menyebar Ancaman

4 Oktober 2011   23:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:20 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada Jogja bulan lalu ternyata membongkar sebuah kebusukan tersendiri. Slogan KPU Jogja untuk menciptakan pilkada yang bersih, sportif, dan berbudaya diingkari oleh praktek-praktek kotor, pengecut, dan tidak beradab. Salah satu yang paling banyak ditemui ternyata justru, di luar dugaan, berasal dari Kraton!

Saya tadinya tidak percaya dengan sikap Kraton yang tidak sportif tersebut. Saya penganut golput sebelum Jogja ini dipimpin oleh Gubernur baru. Tapi mencermati berbagai testimoni warga, termasuk yang pernah saya dengar dalam sebuah syawalan di wilayah Kraton, ternyata Kraton betul-betul menampakkan wajah aslinya.

GBPH Pabukusumo berkali-kali mengisi syawalan, acara temu warga, bahkan berkampanye agar warga Jogja harus memilih pasangan yang didukung Kraton yaitu HATI. Kalau sekedar berkampanye untuk mencoblos salah satu paslon tentu tidak masalah, bahkan hal yang lumrah dalam politik.

Tetapi, ternyata Pabukusumo dalam setiap kampanyenya tersebut lebih banyak memberi penekanan untuk menjelek-jelekkan pasangan calon (paslon) lain dengan cara menebar ancaman, intimidasi, dan bahkan kekerasan. Pabukusumo melarang warganya yang tinggal di kecamatan Kraton untuk memasang atribut stiker, spanduk, baliho selain atributnya HATI.

Tidak hanya itu. Pabukusumo mengumpulkan warga yang tinggal di tanahnya Kraton (tanah yang tidak bersertifikat karena milik Kraton dengan status pinjaman untuk warga, disebut tanah Magersari) untuk harus memilih paslon yang didukung Kraton tersebut. Jika tidak, maka mereka akan diusir dari tanah Magersari itu. Kontan warga pun takut dan hanya bisa memilih dengan keterpaksaan.

Bukan hanya itu. Satgas-satgas paramiliter partai pendukung paslonnya Kraton tersebut juga dibiarkan melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap warga yang tidak patuh dengan ajakan Pabukusumo itu.

Selain itu, Pabukusumo dalam orasi kampanye dan temu warga juga lebih banyak menebar kebencian (hatred) kepada paslon lain, bahkan sering terdengar berbau rasis menjelek-jelekkan paslon lain. "Iki Gusti kok omongane koyo preman", keluh seorang warga yang mendatangi temu warga di sekitar kebun binatang Gembira Loka suatu saat.

Ternyata Kraton sarat dengan perilaku yang tidak beradab, penuh dengan kebencian yang disokong dengan praktek anti-demokrasi yaitu intimidasi dan kekerasan. (Mungkin ini pula yang ingin dipelihara oleh Kraton dengan pro-penetapan). Politik ketakutan selalu dipakai Kraton untuk menakut-nakuti warganya agar "manut" dengan kemauan Raja. Sehatkah demokrasi yang demikian?

Kraton tidak lebih dari "ndalem" para gusti yang mempertahankan "okol" daripada otak.  Pendek kata, "ndalem okolan". Sayang ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun