Mohon tunggu...
Kawako Tami
Kawako Tami Mohon Tunggu... -

Kawako Tami adalah nama pena dari Anjani Putri Bayu Pratami. Penulis dan penyair kelahiran Pekanbaru, 08 Desember 1988 ini sedang menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia jurusan Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi pada Komunikasi Media. Menulis sudah dilakukannya sejak kelas 3 sekolah dasar. Karyanya pernah dimuat di koran lokal, dan beberapa antologi bersama, seperti Empat Amanat Hujan dari Dewan Kesenian Jakarta, Keping Kehidupan dari Komunitas Pena Santri, dan lainnya. Karyanya paling rajin diposting di note facebook. Hingga saat ini masih dalam usaha keras memantaskan diri menjadi pabrik kata yang memproduksi puisi dengan kualitas, kecepatan, dan produktivitas tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jika Kau Temukan Bangkai Itu Besok Pagi di Depan Kamarmu

10 November 2011   16:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:49 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam ini hujan sedang bergosip riuh, dengan latar musik horor pengantar investigasi, menyayat semua nadi yang dapat dia temukan dari apa yang mereka sebut privasi, yang tak sanggup menyelamatkan bokongnya sendiri, dari para rintik berkamera dan bermikrofon murah, dan bertanya "katanya akan ada yang mati malam ini?"

Aib yang hitam itu lalu masuk ke salon kecantikan, tempat segala bisa dimanipulasi, hitamnya dosa menjadi putih para santri, dan buruknya wajah hanya tinggal disuntikan iba dan sensasi, maka dunia akan berbalik menitikan air mata lagi. Dan paparazi yang menjilat dari genangan dan selokan, akan berbalik dari racun mematikan menjadi rinai menyejukkan.. Terselamatlah sang penikam dalam gelombang arus balik pewarta cerita kebohongan.

Kucing-kucing yang meringkuk di bedeng-bedeng tak berpenghuni, seratus meter dari pikuk kabut di rel kereta listrik dibelakang kamar-kamar kontrakan yang kau tinggali baru dua tiga bulan, ikut berorasi pada para penghuni malam yang menggeliat dari kantuk dan perut yang kelaparan. Toa yang dinyalakan mengumbar betapa bengis santer kabar yang memilukan, "AKAN ADA YANG MATI MALAM INI, DALAM TIGA BELAS TIKAMAN!"

Lalu neon-neon redup yang berkedap kedip cekikikan pada gosip jalanan itu, meski berbisik lewat arus kabel-kabel yang menikung di simpang jalan, pada sepasang kelelawar yang kesiangan. "Akan ada yang mati malam ini, dalam tiga belas tikaman dan satu cekikan!"

Dan kelelawar kesiangan yang kelaparan itu berteduh lagi di bawah bubungan atapmu, disisi jendela kamarmu, ketika kau dalam seragam mimpimu meringkuk manis di kasur empukmu. Gaung gelombang sang kelelawar menggema pada meja penuh coretan makian, lemari dengan pakaian berhamburan, lantai bertabur remah kesombongan dan ampas ketakpedulian. Dan kau setengah telanjang bergelung dalam percik darah dan keping tipuan. Sayang kau tak bisa mendengar alam meneriakkan, "ADA YANG MATI MALAM INI, DALAM TIGA BELAS TIKAMAN, SATU CEKIKAN, DAN TERPOTONG TIGA BAGIAN!"

Jika kau temukan bangkai itu besok pagi di depan kamarmu, mungkin itu aku. Tertikam kepalsuan, tercekik rindu tak beralasan, terpotong tiga untukmu, kenangan, dan yang harus kumakamkan.

Depok, 3/11/11

Sedang iseng yang berkelanjutan..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun