Program "Merdeka Belajar" yang dicanangkan pemerintah bertujuan untuk menggali potensi terbesar setiap siswa, termasuk di bidang seni. Namun pada kenyataannya, sebagian orang tua dan guru seringkali menganggap hobi seni hanya buang-buang waktu.
Tekanan untuk memilih jurusan yang dianggap lebih 'menjanjikan' karena stigma masyarakat seringkali mengubur mimpi mereka. Akibatnya, tidak sedikit mahasiswa yang merasa salah jurusan, dan nantinya bekerja di bidang yang tidak sesuai minat mereka. Lantas, bagaimana cara menjembatani kesenjangan antara cita-cita Merdeka Belajar dengan realitas yang dihadapi remaja di Indonesia?
Merdeka Belajar
Konsep Merdeka Belajar yang sudah diterapkan sejak 2022 silam hadir sebagai angin segar dalam dunia pendidikan. Melalui konsep ini, setiap peserta didik akan memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi mereka. Salah satunya adalah lewat program penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di bangku SMA.
 Dengan begitu, para siswa bisa fokus untuk mempelajari mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan cita-citanya. Merdeka Belajar dapat menjadi kunci perubahan yang signifikan bagi masa depan para remaja. Sayangnya, realita menunjukkan bahwa banyak siswa masih terbelenggu oleh berbagai hambatan, termasuk lingkungan terdekat maupun sistem pendidikan yang ada.
Tantangan dalam Memilih Jurusan
Melansir dari Detik.com, Irene Guntur, ahli Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF) menyatakan bahwa sebanyak 87 persen atau mahasiswa di Indonesia merasa salah jurusan. Salah satu faktor utamanya adalah cita-cita dan ekspektasi orang tua. Akibatnya, siswa memilih jurusan yang kurang mereka sukai.Â
Di sisi lain, Menurut pengamat pendidikan Ina Liem, peran orang tua sebagai pembimbing sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan keputusan untuk memilih jurusan kuliah merupakan tanggung jawab yang terlalu besar untuk seorang remaja.
Oleh karena itulah orang tua tidak boleh memberikan tekanan dan memaksakan pandangan mereka dalam proses pengambilan keputusan anak. Terkait hobi dan minat pada seni, diskriminasi terhadap hobi seringkali menjadi penghambat bagi perkembangan diri siswa. Sebagian orang tua masih terjebak dalam pemikiran tradisional yang dipengaruhi oleh stigma negatif masyarakat terhadap hobi seni.
Stigma Negatif Terhadap Karir di Bidang Seni
Banyak yang berasumsi bahwa hobi di bidang seni tidak memiliki prospek yang cerah untuk masa depan. Pandangan ini berasal dari anggapan lama bahwa pekerjaan yang stabil hanya bisa didapatkan melalui bidang akademis atau industri formal, sehingga hobi seni seringkali dianggap hanya sebagai kegiatan buang-buang waktu. Akibatnya, banyak remaja yang bakat dan minat seninya terhambat karena tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari lingkungan, terutama orang tua. Padahal, di era digital saat ini, hobi di bidang seni bisa menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan jika dikembangkan dengan baik.
Contohnya, produk seni rupa, seperti karya lukisan telah memiliki peluang yang lebih baik berkat platform digital. Berbagai lokapasar dan media sosial telah memudahkan seniman untuk mempromosikan dan menjual karya mereka. Berkat jejaring sosial, masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik dan mulai menghargai karya seni, baik sebagai bentuk ekspresi maupun investasi.Â
Hal ini meningkatkan permintaan akan seni rupa, sehingga seniman bisa lebih mudah mendapatkan penghasilan dari karya mereka dibandingkan di masa lalu, di mana pasar seni lebih terbatas.
Sementara itu, seni tari masa kini, terutama tari modern, semakin digemari dan dihargai oleh masyarakat. Platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram memungkinkan para penari untuk menampilkan kreasi mereka ke audiens global, menjadikannya lebih mudah diakses dan diapresiasi.Â
Salah satu contoh yang mencerminkan fenomena ini adalah K-pop, yang tidak hanya dikenal melalui musiknya tetapi juga tarian energik yang mendunia, menjadi tren global dan menginspirasi banyak penggemar untuk meniru serta mengapresiasi seni tari tersebut.
Prospek seni budaya seperti sastra dan drama belakangan ini mengalami peningkatan yang signifikan. Perkembangan platform digital seperti podcast, audiobook, dan layanan streaming telah memperluas akses masyarakat terhadap karya akting, sastra, serta teater, membuatnya lebih mudah diakses dan diapresiasi oleh audiens yang lebih luas.Â
Selain itu, adaptasi novel dan drama klasik ke dalam film dan serial televisi juga meningkatkan minat terhadap karya-karya tersebut.
Permintaan terhadap pasar seni kini terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Seni telah berevolusi menjadi sesuatu yang dinamis dan lebih diapresiasi oleh masyarakat luas. Dengan dukungan yang tepat, baik dari keluarga maupun lingkungan, seni bisa menjadi bidang yang sangat menjanjikan, terutama jika pelakunya memiliki kegemaran yang kuat.Â
Banyak peluang karir di bidang seni yang bisa dioptimalkan, mulai dari seni rupa, musik, tari, hingga seni digital. Oleh karena itu, orang tua tak perlu lagi merasa khawatir, melainkan dapat memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih karir sesuai minat dan bakatnya.
Peran Pemerintah dalam Mendukung Seni
Dalam mengubah stigma negatif yang telah ada di masyarakat terkait karir di bidang seni, pemerintah memiliki peranan kunci. Pemerintah harus memberikan dukungan yang lebih besar pada perkembangan seni dan menyediakan wadah bagi para seniman untuk mengekspresikan diri mereka. Dengan demikian, seniman Indonesia akan menjadi lebih berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global.Â
Selain itu, pemerintah juga harus terus menyertakan seni dalam kurikulum pendidikan serta menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi siswa untuk mengasah bakat seni mereka. Melalui program Merdeka Belajar, diharapkan remaja yang ingin mengejar mimpinya di dunia seni dapat meraih kemerdekaan tersebut dengan dukungan dari sekolah maupun lingkungannya.
Mengubah stigma masyarakat yang masih meragukan seni sebagai karir memang memerlukan waktu dan usaha. Namun, dengan dukungan dan fasilitas yang tepat, seni bukan hanya sekedar hobi, tetapi juga sebuah prospek yang menjanjikan dan menginspirasi banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H