Mohon tunggu...
Katrina Soegiarto
Katrina Soegiarto Mohon Tunggu... -

My journey is my home.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dramatisasi Patah Hati

11 Juni 2011   14:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:37 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Patah hati?
Saya yakin ada begitu banyak tulisan yang membahas masalah yang satu ini. Baik yang bersumber dari curahan hati seseorang, hingga hasil analisa penelitian kejiwaan. Dari tulisan yang bertemakan menghindari patah hati, hingga tips dan trik dari A sampai Z untuk mengatasinya.

Berbicara mengenai patah hati memang tak ada habisnya. Tak hanya perempuan, laki-laki pun pasti membutuhkan ruang untuk mencurahkan perasaan ketika mengalaminya. Hal yang sangat wajar, bahkan sangat baik ketika mampu berbagi cerita mengenai derita yang dialami. Daripada disimpan sendiri, jadi depresi, lalu bunuh diri?! Ampun... Jangan deh! "Dunia tak sesempit daun kelor", demikian kata orang-orang yang menasehati.

Urutan yang biasanya muncul ketika mengalami patah hati antara lain: penolakan - rasa tidak terima - marah - sedih - kecewa - penyesalan - pasrah. Bukan urutan mutlak, bisa ditambahi atau dibolak-balik urutannya sesuai pengalaman masing-masing :p
Dari kebanyakan kasus, orang yang sedang patah hati selalu mengalami godaan untuk melakukan hal yang dalam bahasa Jawa disebut 'mbanget-mbangetke', atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan keren 'dramatisasi'. Seolah-olah penderitaan patah hatinya begitu sangat menyakitkan seakan-akan dunia berakhir sampai disini saja. Titik. Tak ada koma yang melanjutkan jalan cerita.

Ketika bercerita kepada orang lain pun terkadang dukungan yang diberikan malah membuat penderitaan yang dialami seolah memang sangat berat, sehingga membutuhkan dukungan yang berulang-ulang atau bahkan butuh ditemani terus-menerus. Yaah, memang ada sih yang membutuhkan dukungan yang semacam itu. Tapi bukankah itu justru makin mendramatisasi kondisi patah hati? Hingga seolah-olah ini adalah peristiwa luar biasa yang harus mendapat pertolongan yang sangat kuat dari orang lain hingga orang yang bersangkutan mampu bangkit dari patah hati.

Beruntunglah ketika seseorang mendapat dukungan sederhana dari temannya berbagi rasa yang justru bisa meringankan beban pikiran dan mengingatkan diri supaya tidak mendramatisasi kondisi.

Saya: Aku patah hati.... blablablablaa.... Aku jatuh lagi...
Teman: Ya sudah, kamu bisa bangun lagi kok.

Ya. Sangat sederhana. Patah hati bukanlah peristiwa luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun