[caption id="attachment_115167" align="aligncenter" width="640" caption="maaf ya ane belum bisa pulang,kalau ada yang kangen,check up-nya masih lama loh......//esq-news.com"][/caption] Sebenarnya kejadian ini aneh tapi nyata, tetapi setelah dipikir-pikir di negeri ini memang banyak hal aneh yang terjadi. Jadi urusan Tuan Nazaruddin yang katanya kebetulan pergi ke Singapura untuk check sehari sebelum pencekalannya keluar, serasa sudah tidak aneh lagi.
Tidak aneh dan heran kalau para politisi dan pejabat sangat piawai untuk mengeluarkan pernyataan yang nyata-nyata untuk membohongi publik.
Padahal apa susahnya Tuan Nazaruddin mengatakan bahwa ia diminta untuk pergi dan kapan-kapan harus siap untuk diminta kembali.
Apa susahnya juga teman-temannya bilang kalau Tuan Nazaruddin diamankan untuk sementara, sambil merapikan segalanya biar semuanya aman dan rakyat menjadi tentram. Mungkin maksudnya mau bikin skenario dulu, sehingga tak ubahnya seperti main sinetron.
Kalau memang tujuannya check up, kenapa sudah berhari-hari, _malah sudah berminggu_ belum kembali juga? Padahal boss saya untuk operasi usus buntu saja di Malaysia yang kalah canggih dengan Singapura, belum seminggu sudah bisa kembali ke Indonesia dalam keadaan segar bugar.
Anehnya lagi setelah Tuan Nazaruddin pergi, rekannya pada pura-pura tidak tahu dan entah benar atau bersandiwara memintanya segera kembali.
Kembali pulang?
Ibu Nunun saja yang sudah berbulan-bulan belum bisa dipulangkan dari Singapura, ini Tuan Nazaruddin disuruh pulang.
Apa perlu Pak SBY sendiri jemput?
Sepertinya memang banyak kebohongan yang harus dilakukan demi nama baik dan kekuasaan. Sepertinya adalah resiko dalam berpolitik, harus ada yang rela berkorban dan dikorbankan. Sepertinya kalau jadi politisi dan pejabat harus pandai untuk bersandiwara.
Bila pada saat ini, rakyat semakin tidak percaya dan menganggap pemimpinnya hanya bisa omong kosong, sebenarnya ini salah siapa? Semua ini salah siapa bila rakyat tidak begitu mudah untuk percaya dengan apa yang dilakukan pemimpinnya yang sering hanya demi pencitraan?