Tidak ada pilihan yang terbaik dalam hidup ini, yang ada adalah jalani hidup ini sebaik-baiknya dengan menjadi baik. Baik kepada sesama manusia maupun di hadapan Tuhan.
Kita sudah hampir bosan mendengar atau membaca bahwa hidup itu adalah pilihan. Masalah pilihan atau bukan hanyalah permainan bahasa belaka.
Mau jadi itu ya pilihan. Tidak mau jadi ini ya juga pilihan. Ada yang bilang ia tidak ingin memilih, mau mengalir saja hidupnya. Ya bukankah itu termasuk pilihan juga? Tidak memilih pun adalah pilihan. Pintar-pintar kita saja mempermainkan bahasa.
Baiklah. Bila hidup memang adalah pilihan. Adakah yang benar-benar pilihan terbaik? Terbaik menurut versi apa? Menurut duniawi, akan dianggap terbaik bila bisa sukses secara materi. Dunia sudah dalam genggaman.
Secara spiritual akan dianggap sukses apabila hatinya telah menjadi kaya. Hidup damai, tenteram bahagia. Seakan surga sudah di depan mata.
Ketika harus memilih yang terbaik. Manakah yang terbaik antara jadi pebisnis atau spiritualis?
Secara logika mungkin kita berpikir, menjadi pebisnis akan gampang terjerumus ke jalan dosa. Sebab itu yang terbaik jadi spiritualis saja.
Padahal kebenarannya tidak demikian. Tidak sedikit orang-orang yang memilih jalan kerohanian sebagai arah hidupnya terjerumus dalam dosa.
Sebaliknya banyak juga pebisnis yang hidup sangat rohani sekali. Memanfaatkan kekayaannya untuk menolong dan membantu kesulitan orang lain. Menjadi penyandang dana bagi orang-orang yang sepenuhnya berkecimpung dalam jalan kerohanian.
Jadi sebenarnya, apapun pilihan jalan hidup kita yang terbaik adalah menjadi orang baik bagi sesama dan melakukan hal yang baik yang berkenan bagi Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H