Semangat dan rasa percaya pada Tuhan adalah obat yang menyembuhkan. Harapan dan keinginan untuk menjadi berarti akan menjauhkan dari kematian.
*
[caption id="attachment_87436" align="alignleft" width="285" caption="Senyum Tiara//hotnews.netau.net"][/caption]
Kutemui Tiara sore itu setelah pulang berobat dari Singapura beberapa waktu yang lalu. Dalam keadaan lemah, Tiara masih menyisakan senyum untukku. Walau agak memaksakan diri. Tetapi terasa mengharukan bagiku.
Aku membahas senyumnya dalam rasa bahagia. Dapat melihatnya kembali pulang dalam keadaan tersenyum. Apa yang aku khawatirkan tidak terjadi. Sebab saat berangkat ke Singapura, Tiara dalam keadaan kritis.
Aku tiada henti berdoa untuknya dan seakan merasakan segala penderitaannya di seberang pulau sana. Bahkan bila Tuhan berkenan aku ingin menanggung rasa sakit itu bersamanya.
Tiara kini hampir kehilangan kecantikan yang dimilikinya dulu dan tubuhnya yang seksi tak tampak lagi. Sebab kini tubuhnya kurus dan mengalami kerontokan rambut di kepalanya.
Tak ayal hal ini membuat Tiara menjadi minder dan hampir kehilangan gairah hidup pada awalnya. Karena keadaan dirinya yang jauh berbeda sebelum mengalami sakit.
Semua ini terjadi gara-gara penyakit mematikan yang bernama leukemia, penyakit kanker darah yang harus ditanggungnya setahun lebih belakangan ini. Keluar masuk Rumah Sakit sudah menjadi langganan.
Entah sudah berapa biaya dan pengorbanan yang harus dikeluarkan keluarganya demi kesembuhan dirinya. Terkadang Tiara merasa ia hanyalah menjadi beban keluarga. Merasa dirinya tak berarti untuk hidup lagi.
"Aku merasa tidak artinya, mas. Aku malu hanya menjadi beban dan sumber kesusahan keluarga. Mungkin kematian lebih baik bagi diriku!" Kata Tiara dengan nada lesu dan tatapan kosong padaku.