Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sudahkah CUKUP???

14 Desember 2010   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:45 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bisa mengenal kata cukup dan puas dengan rasa syukur dan terimakasih merupakan harta yang sudah lebih dari cukup.

Saat saya berduaan dengan si kecil dengan kendaraan sepeda motor, secara tiba-tiba saya berkata,"De, doain ya tahun depan papi bisa beli motor baru!"

Spontan ia menjawab,"Dede gak mau doanya bisa beli motor baru, tapi doanya biar papi bisa beli mobil baru! Kan enak, pi, kalau punya mobil baru. Kalau ke Ancol gak kehujanan!"

Sejenak saya tertegun dan berpikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan si dede. Bukankah demikian juga yang diajarkan para motivator, bahwa kita harus menerapkan standar pencapaian atau target setinggi mungkin. Dengan demikian, kita menjadi lebih termotivasi untuk meraih target tersebut.

Tetapi kemudian saya merenungkan kembali, apa salahnya juga bila saya hanya menerapkan target motor baru, bukan motor baru sebagai yang ingin saya capai?
Karena bisa memiliki sebuah motor baru pun, bagi saya sudah lebih dari cukup untuk bersyukur dan rasa puas untuk berterimakasih.
Bila kemudian bisa memiliki lebih dari yang ingin saya capai tentu akan membuat saya lebih bersyukur lagi.

Bila bicara kata cukup, manusia sepertinya sulit untuk mengenal kata cukup dan puas dalam hidupnya. Manusia selalu berharap untuk memiliki lebih dari apa yang bisa ia miliki. Ini tentu berhubungan dengan sifat serakah yang dimiliki manusia.
Selalu ingin merasa lebih dan lebih, sehingga tak heran banyak orang yang sudah kaya masih tetap ingin korupsi.
Masih saja ada waktu untuk berkeluh kesah dalam kelebihan-kelebihannya atas apa yang belum dimilikinya.

Dengan segala pembenaran kita melegalkan keserakahan yang kita lakukan demi untuk memenuhi rasa puas yang tiada habisnya. Walaupun demi semua itu harus merugikan banyak pihak.
Tentunya bila mengikuti nafsu keserakahan maka kita tidak akan pernah mengenal kata cukup dan puas. Bahkan masih banyak orang yang menjelang matinya tidak bisa merasa cukup.

Sebab itulah saya mencoba untuk belajar mengenal kata cukup dengan apa yang telah saya miliki. Walaupun sejujurnya masih jauh dari kata cukup yang sebenarnya.
Saya mencoba mencukupi semua kekurangan yang ada dengan hati yang bersyukur dan berterimakasih.

Menurut saya bila masih bisa memiliki hati yang bersyukur dan berterimakasih adalah sudah merupakan harta yang lebih dari cukup bagi saya. Diluar itu, hanyalah sebagai pelengkap saja.
Tak perlu menyesali atas apa yang belum dimiliki.

Tetapi sebenarnya ada satu yang saya sesali adalah belum memiliki cukup kebaikan dalam hidup ini. Sungguh itu yang membuat saya belum bisa puas menjalani hidup sebagai manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun