Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Seringkali Rasionalisasi Mengubur Suara Hati

26 Maret 2013   09:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap dari kita memiliki pesan-pesan surgawi yang akan menuntun hidup kita pada kebajikan. Namun seringkali suara kebenaran itu terkubur oleh logika dan rasionalisasi untung rugi.

Dalam perjalanan waktu, suara hati kita kehilangan gemanya dan selanjutnya terabaikan. Ketika suara hati masih sayup-sayup terdengar, kita lantas berkata,"Hei suara hati, emang gua pikirin! Siapa lu?"

Entah sudah berapa banyak momen indah dalam hidup kita yang terlewatkan. Karena kita tidak mau dengan rela berbuat sesuai suara hati. Kita hiraukan dan tak peduli.

Kita kubur pesan-pesan Ilahi itu dengan kepintaran logika dan bermain-main dengan rasionalisasi. Kebenaran kita tutupi dengan pembenaran dan kita tidak perlu merasa bersalah. Apalagi penyesalan.

Walaupun tidak selamanya logika dan rasionalisasi itu salah. Tapi kesalahannya kita lebih mengutamakan menggunakan logika dan rasionalisasi dengan mengabaikan suara hati.

Pada saat suara hati kita menginginkan untuk menolong orang lain dengan sebagian harta yang kita miliki. Logika kita menghalangi dengan memberikan masukan, bahwa kita masih banyak keperluan.

Ketika suara hati sudah mengingatkan kita untuk beribadah, spontan logika kita bekerja. Sesekali tidak beribadah tidak apa-apa. Lagipula kan sedang sibuk. Tuhan juga maklumlah.

Waktu timbul niat untuk berselingkuh, suara hati memperingatkan, agar jangan melakukannya. Tapi pikiran rasional kita pun tak mau kalah memberi alasan. Tak apa selingkuh itu yang penting rumah tangga tetap utuh. Hitung-hitung menghilangkan kebosanan dengan yang di rumah.

Begitulah, kita tertipu dan hidup dalam permainan logika, sehingga harus mengubur suara hati. Herannya justru banyak yang bangga dengan hal ini. Siapa ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun