Media adalah sarana yang paling sering digunakanlah sebagai sarana untuk menyebarkan kebohongan publik. Walaupun menyadari ada kebohongan, namun beritanya selalu dicari. . .
* + * + *
Karena kasus Rama yang telah melakukan kebohongan publik
dengan mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri, Kang
Pepih Nugraha sebagai wartawan Kompas dan pengelola Kompasiana
sampai perlu menulis sebuah artikel "Pengakuan Rama Mengejutkan
Saya" untuk meminta maaf kepada pembaca Kompas yang pernah
membaca artikelnya.
Kang Pepih merasa bersalah telah ikut menyebarkan kebohongan
Rama selama ini. Hal ini tentunya adalah sebaga tanggung jawab
seorang jurnalis yang juga merasa telah dibohongi. Kemudian Kang
Pepih juga menghubungi Rama untuk menanyakan, apakah Rama
bersedia meminta maaf kepada pembaca Kompas dan ternyata ia
bersedia.
Mengamati kasus ini menjadi menarik dan timbul dipemikiran saya,
bahwa kalau kita mau jujur juga bisa dikatakan semua media pernah
dan akan terus melakukan penyebaran kebohongan publik. Ini
memang sebuah resiko dan harus dilakukan.
Mengapa?
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kebanyakan para pejabat dan
para publik figur atau artis-artis seringkali melakukan kebohongan
publik. Mau dianggap demikian atau diabaikan oleh kita.
Tetapi kenyataannya memang sering terjadi dan akan terus terjadi.
Apalagi pada datangnya musim pemilu presiden atau pilkada, akan
segera banyak bermunculan kebohongan publik.
Bila para pejabat melakukannya dengan janji-janji dan laporan yang
dibaguskan adalah bertujuan untuk menarik simpati dan menutupi
kesalahan.
Sedangkan para publik figur dan artis melakukannya untuk mencari
popularitas. Segala kebohongan bisa dilakukan untuk menarik
simpati masyarakat.
Nah, anehnya justru berita-berita demikian yang menjadi buruan
para jurnalis. Janji-janji para pejabat dan acara kampanye diliput
luas dan menjadi berita-berita utama.
Padahal kita tahu banyak janji-janji itu adalah palsu dan sebagai
pemanis saja untuk membohongi publik.
Tetapi anehnya, media tidak pernah harus merasa bersalah telah
ikut menyebarkan kebohongan.
Kemudian media juga tidak pernah menuntut para pejabat atau artis
untuk meminta maaf kepada pembacanya.
Selanjutnya media juga ikut menyebarkan kebohongan publik
dengan memuat iklan-iklan promosi suatu produk dengan diskon
yang wah dan iming-iming kehebatan produknya yang tidak sesuai
kenyataan.
Tak jarang banyak konsumen yang merasa tertipu dengan barang
yang diiklankan.
Ah, ini hanya sedikit catatan tanpa makna atas sebuah kegelisahan
yang terjadi atas berita-berita tentang kebohongan publik akhir-
akhir ini.
Semoga ini adalah kesalahan saya dalam menulis, namun tanpa
tujuan untuk membohongi publik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H