Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saya Marah

4 September 2010   03:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:28 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya marah pada diriku sendiri yang tak bisa menjadi berarti bagi
hidup orang lain. Saya menjadi lebih marah lagi, ternyata sayapun
belum sanggup menjadi lebih berarti bagi diriku sendiri!

* + * + *

Hari ini, senja yang ditutupi awan saya melihat seorang ibu
menggendong bayi dalam dekapannya dan disampingnya ada seorang anak umur 5 tahunan lagi dengan wajah memelas.
Sedangkan ibunya dengan pandangan yang kosong seakan tanpa harapan. Sekejap hati saya bergetar, tanpa dapat dicegah ada tetesan airmata, dan merasa kasihan pada peristiwa ini.

Boleh dikatakan pemandangan ini setiap hari dapat saya nikmat di
sepanjang jalan yang dilalui. Selain ibu dan anak-anaknya yang
hidup terlantar, masih ada lagi orang-orang tua yang harus
bergelandangan untuk mencari nafkah, dan bocah-bocah yang telah kehilangan orangtua yang harus menghidupi dirinya sendiri.
Rasanya lebih banyak rasa tidak peduli dan hanya sesekali memberikan sedikit uang kecil atau bergumam "kasihan!"
Begitu sikap yang dapat saya berikan selama ini.

Tapi hari ini didalam getaran hati dan sedikit airmata kesedihan, saya menjadi
marah pada diri sendiri. Ternyata hanya sikap tidak peduli,
merasakan kasihan, atau paling hanya bisa memberikan beberapa
rupiah saja.
Dimana seharusnya ada sesuatu yang lebih berarti yang bisa saya
lakukan bukan hanya sekedar mengasihani penderitaan orang lain.

Saya marah, karena diri ini selalu menggunakan pembenaran atas
kekurangan diri sendiri untuk tidak mau dan bisa membantu
penderitaan orang lain.
Saya juga marah pada diri sendiri mengapa tidak bisa menjadikan
diri ini berarti untuk orang lain.

Mungkin saja rasa marah ini akan menjadi sia-sia, karena hanya
sanggup saya tuangkan didalam sebuah tulisan saja. Masih belum
sanggup saya wujudkan dalam perbuatan untuk menjadi lebih
berarti bagi penderitaan orang lain.

Lebih sia-sia lagi kemarahan ini, bila saya belum bisa menjadikan
diriku berarti bagi diriku sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun