Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Guru Sejati, Siapakah Dia?

18 Desember 2009   18:10 Diperbarui: 25 November 2015   09:14 2206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selain guru sejati yang ada didalam diri kita, siapapun bisa menjadi guru sejati kita, apabila ada kerendahan hati untuk belajar dan mendapatkan pengajaran... [caption id="attachment_39836" align="alignleft" width="198" caption="diakah guru sejati? wordpress"][/caption]

Terinspirasi tulisan Bapak Fatchurrachman di Kompasiana, 'SANG GURU SEJATI' yang ditulis berseri, membuat saya bertanya-tanya, siapakah guru sejati saya selama ini?

Kemudian saya tersadarkan, di antara banyak guru _ siapa saja didalamnya _selama ini, yang sungguh-sungguh sejati adalah diri saya sendiri. Di antara sekian tulisan yang ada semuanya mengalir untuk menasehati dan mengajari diri sendiri.

Kadang didalam sunyi diriku dan 'diriku' saling berdialog. Karena sesungguhnya diri kita yang satu ini terdapat dua makhluk. Yakni makhluk yang berupa jasmani dan terlihat mata dan makhluk spiritual yang tak terlihat. Jadi didalam tubuh kita yang palsu ada didiami makhluk spiritual yang abadi, yang merupakan diri kita yang sejati, yang hakiki.

Dialah sumber ilmu kita yang tertinggi, dan itulah yang seharusnya kita cari dan gali untuk menuntun kehidupan kita. Agama adalah sarana atau jalan bagi kita untuk menemukan dan untuk mengenali diri kita. Karena setelah dengan sungguh-sungguh mengetahui dan mengenal diri kita sendiri , maka pada akhirnya adalah kita dapat mengenal Tuhan kita sebagai Sang Pencipta.

Mengapa selama ini, kita seakan melupakan atau menelantarkan diri kita yang sejati yang setiap hari tak berhenti mengajari? Mungkin karena tidak mengetahui atau tidak mau menyediakan waktu saat guru kita ini mau mengajari . Karena dalam hidup ini, kita terlalu sibuk dengan urusan duniawi dan lebih terpesona dengan hal-hal yang berbentuk , yang sesungguhnya palsu.

Lebih tertarik kepada guru-guru spiritual yang punya kesaktian tinggi atau minimal sudah terkenal. Keinginan duniawi/jasmani lebih besar daripada keinginan spiritual /rohani. Kita lebih tertarik mendandani tubuh kita dengan rapi dan warna - warni daripada mendandani hati kita.

Kita lebih mendahulukan memberi wewangian kepada tubuh kita daripada memberikan wewangian pada hati kita. Karena apabila kita lebih membuat wangi hati kita, maka yang terpancar adalah perbuatan baik yang dapat memberikan manfaat, dan aromanya bisa menyebar kemana-mana.

Itulah sebabnya kita tertipu dan tidak maju-maju dalam dalam mengenal diri sendiri. Selanjutnya kita lebih mementingkan hidup dengan diri kita yang palsu. Susah payah mencari nafkah demi memberikan makan pada tubuh ini. Akan tetapi makanan bagi rohani terlupakan. Akhirnya kekurangan gizi dan kelaparan. Tapi kita sepertinya santai dan tenang-tenang saja. Seakan tak ada beban.

Saya merasakan sedikit keberuntungan, saat mulai mau mendengarkan dan merenungkan pengajaran dari guru sejati didalam diri ini. Yang selama ini, karena begitu lembut dan halus bisikannya seakan tak terdengar. Ditambah lagi akibat kebisingan kehidupan dunia yang penuh ketegangan. Terkadang suara itu datang dan hilang tanpa bisa didengarkan. Syukurlah alunan suara ini tak berhenti untuk hadir memberikan pengajaran dan selalu mau mengingatkan langkah-langkah hidup kita.

Apakah sudah selesai? Seandainya ketika kita mau untuk sedikit merendahkan hati, banyak sekali guru-guru sejati disekitar yang telah, sedang dan siap memberikan pengajaran kepada kita. Sekali lagi kalau kita ada memiliki kerendahan hati untuk menjadikan siapa saja sebagai guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun