Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Protes Kepada Tuhan, Menjemput Kematian

5 Desember 2010   05:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:00 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam penderitaan, apakah kematian adalah pilihan terbaik, sedangkan dalam hidup telah kehilangan harapan?! Saya katakan, karena kita bisa menciptakan harapan baru dan untuk meraihnya kembali…Dan bersyukur adalah harapan yang terindah.


*

Neni duduk di dalam kamarnya. Isak tangis mengiringi kesedihan dan kepedihan hatinya hari ini. Semua disebabkan perlakuan tidak simpati dan olok-olok teman-temannya yang menyakitkan. Perlakuan ini sudah seringkali harus ia terima. Berbagai nasehat dan motivasi telah diberikan kedua orangtuanya.
Namun hanya sebatas demikian, karena mereka lebih banyak tenggelam dalam kesibukannya.

Tetapi hari ini, hatinya benar-benar hancur dan dalam keputusasaan. Namun ia berusaha mengumpulkan kekuatan untuk mengajukan protes Kepada Tuhan yang telah dianggap tidak adil dan mengecewakannya.

"Tuhan, katanya Engkau Maha Adil dan Maha Mengasahi. Tetapi mengapa Engkau menciptakan aku begini jelek sehingga menjadi tertawaan dan olok-olok teman-temanku yang cantik. Katanya Engkau menciptakan setiap manusia pasti ada kelebihannya. Tapi apa kelebihanku? Tubuhku begitu gemuk seperti babi yang siap dipotong, begitu kata temanku. Hidungku tak berbentuk. Mulutku sumbing dan mataku belo. Otakku payah mendekati idiot! Katanya aku harus bisa mensyukuri keadaanku ini. Apa yang pantas untuk aku syukuri?"

Tangisan Neni tak berhenti juga. Ia mengusap airmatanya. Lalu melanjutkan protesnya.

"Apakah Engkau mendengar teriakkanku ini Tuhan?! Dimana Engkau? Saat aku jadi bahan tertawaan dan hinaan, Engkau hanya diam seribu bahasa. Katanya semua ini ujian. Tapi apakah aku pantas diuji sampai begini? Setiap hari hidup dalam ketersiksaan dalam kesendirian! Tuhan, Engkau telah salah menciptakan aku ke dunia ini. Engkau tidak pernah peduli pada hidupku!
Baiklah, mulai saat ini akupun tidak akan peduli lagi pada diriku!"


Saat bibi hendak menemui Neni di kamar, ia menemukan Neni telah terbujur kaku diatas ranjangnya.
"kematian adalah pilihan terbaikku" begitu yang tertulis pada secarik kertas disamping tubuhnya.


Hidup ini memang penuh misteri. Berbagai teori dan kebenaran sepertinya belum mampu untuk menjelaskan. Banyak kebenaran justru kemudian hanya bisa mempersalahkan. Banyak kebenaran yang bisanya mencari pembenaran.
Demikian menyikapi kematian Neni yang dianggap sungguh malang.
Adakah disekitar kita peristiwa ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun