Memang harus diakui banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam kebodohan dan tidak rasional sampai saat ini. Ini adalah kenyataannya yang terjadi, sehingga Ketua DPR RI, Bapak Marzuki Alie berani mengatakan hal ini. Walau apa yang dikatakan sangat menyakitkan. Tapi ini memang kenyataan.
Kenyataannya mestinya hal ini juga menyakitkan hati Bapak Marzuki sebagai Ketua DPR. Karena logikanya para anggota dewan itu adalah wakil dari masyarakat bodoh. Jadi tidak enak hati kalau harus mengatakan bahwa para anggota dewan adalah sekumpulan orang bodoh juga dan Bapak Marzuki adalah ketuanya.
Lihatlah masih banyak rakyat di negeri ini yang tidak bisa mengeyam pendidikan atau yang putus sekolah karena tak mampu. Sebagai bukti, banyak sekali kita temui anak-anak telantar di kota-kota besar yang harus membantu mencari nafkah bagi keluarga. Banyak yang tidak bisa membaca dan menulis.
Masyarakat banyak yang masih bodoh inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemimpin dan pejabat untuk dibodohi. Dimanfaatkan dengan janji-janji palsu yang membuai. Mungkin saja saat menjadi anggota DPR, Marzuki Alie melakukan hal yang sama seperti para pejabat umumnya. Memasang spanduk-spanduk dengan janji-janji kosong untuk membodohi rakyat. Merayu-merayu rakyat yang bodoh untuk memilih dengan sedikit bekal.
Kalau begitu, apa hebatnya para wakil rakyat yang terhormat di Senayan? Bukankah mereka hanya mewakili masyarakat yang bodoh? Dengan demikian, menurut saya hanya untuk perbaikan WC tidak perlu biaya 2 miliaran. Toh, sebagaimana layaknya rakyat yang bodoh, WC yang tidak terawatpun tidak menjadi masalah. Tetap bisa nyaman untuk sekadar kencing atau buang hajat. Masih banyak kali yang siap menampung.
Tentang masyarakat yang tidak rasional. Memang benar adanya. Karena memang masyarakat kita masih begitu percaya pada hal-hal yang takhayul. Gemar pergi ke paranormal. Tentu Bapak Marzuki Alie memahami hal ini. Karena kenyataannya, tidak pemimpin, tidak pejabat, dan tentu tidak anggota dewan yang masih suka ke paranormal untuk berkonsultasi atau melanggengkan kedudukannya.
Adakalanya karena kesombongan, kita menganggap orang lain bodoh. Padahal sesungguhnya kitalah yang bodoh. Kalau begitu? Saya yang paling bodoh dong mau-maunya menulis tentang kebodohan orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H