Kita adalah bagian dari dunia ini dan dunia ini adalah bagian dari kita juga. Engkau adalah aku dan aku adalah engkau. Bagaimana dikatakan kita ini berbeda?
* # * # * #
Ada sebuah cerita inspiratif tentang air yang terdapat didalam kendi.
Air yang ada didalam kendi begitu merasakan kenyamanan dan terus ingin berada didalamnya.
Ketika air didalam kendi diletakan ditengah samudra, ia tetap merasa bahwa ia adalah air didalam kendi. Ia tetap merasa nyaman sebagai air didalam kendi. Ia masih sekuat tenaga mempertahankan diri dan membatasi dirinya dengan kendi yang kokoh. Ia tidak ingin bergabung kedalam air di samudra luas. Walaupun ia merasa nyaman, namun terkadang merasa tak berarti bila dibandingkan air yang ada di samudra luas.
Sebagai air didalam kendi di tengah lautan luas, sebenarnya ia merasa ketakutan juga terombang-ambing kesana-kemari dalam kungkungan sebuah kendi. Tetapi demi mempertahankan diri sebagai air didalam kendi, ia tetap tidak ingin meleburkan dirinya di samudra luas.
Padahal bila air didalam kendi ini mau melepaskan diri dari kendi yang ditempatinya, maka ia akan menyatu didalam air samudra yang begitu luas. Ia akan merasakan kebebasan dan menjadi bagian dari air yang ada di samudra luas.
Sungguh indah dan membahagiakan, bukan?
Begitu juga, kita manusia yang hidup di alam semesta ini. Lebih memilih membelenggu dan mengikatkan diri kita dalam suku, ras, agama, dan lainnya. Kita berusaha untuk menciptakan perbedaan dengan ciri dan simbol-simbol. Mengkotak-kotakkan diri dalam wadah tertentu. Bahkan terkadang kita harus merasa lebih superior daripada yang lain. Padahal sesungguhnya itu menunjukkan ketakutan kita sendiri untuk dapat membaurkan diri dengan yang lain.
Saya percaya, bahwa Tuhan menciptakan keberagaman ini adalah untuk saling menghargai dan dapat menyatukan diri sehingga menciptakan sebuah keindahan.
Tetapi karena ego dan keangkuhan, kita akhirnya membelenggu diri kita dengan berbagai macam sekat. Salah satunya adalah agama.
Dimana tujuan agama adalah untuk menciptakan kedamaian, namun justru seringkali menciptakan kekacauan.
Bila setiap diri kita mau menyadark,an bahwa kita adalah warga dunia dan mau menyatukan diri kita sebagaimana adanya maka lahir kebersamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H