Mengapa kita harus merasa terhina oleh penghinaan orang lain dibandingkan dengan kehinaan yang kita lakukan?
*
Seorang lelaki perlente yang baru turun dari mobil mewahnya tampak begitu marahnya karena seseorang tanpa alasan yang jelas menghinanya dengan kata "Monyet lu!"
Ia merasa harga dirinya sangat terganggu dan kehormatannya terusik mendengar perkataan orang tak dikenal itu.
Tetapi apakah Anda tahu siapa lelaki itu? Ia dikenal sebagai seorang koruptor kelas kakap. Tapi karena kelihaiannya dan menyogok sana-sini serta berani membayar mahal pengacara top, ia bisa lolos dari jeratan hukum.
Mengapa lelaki itu _yang dikenal sebagai seorang pejabat_ begitu marah saat menerima penghinaan dari orang lain, sedangkan ia bisa dengan riang melakukan kehinaan dengan mencuri uang yang seharusnya bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat?
Rasa-rasanya kitapun demikian adanya. Kita sulit bisa menerima penghinaan dari orang lain. Kita akan menjadi marah dan merasa kehilangan harga diri saat dihina. Tak heran kita akan melakukan perlawanan.
Tetapi seringkali kita melakukan kehinaan dalam keseharian, kita tidak pernah merasa marah pada apa yang kita lakukan.
Kita tidak perlu merasa malu dan kehilangan harga diri atau kehormatan.
Apakah kehinaan itu?
Berbuat tidak sesuai nurani atau melanggar ajaran agama yang kita anut. Mencuri, berbohong, berkata kasar, berbuat asusila/kemaksiatan, menyakiti hati orang lain.
Bukankah perbuatan demikian tidak jauh dari kehidupan kita?
Saat menerima penghinaan kita bisa bereaksi begitu marah tanpa terkendali, karena keegoan kita terganggu.
Saat dihina segera kita merasa terhina.
Kita lebih setia dan mengikuti keinginan ego kita daripada mendengar suara nurani kita yang tersembunyi.