Kefanatikan menyebabkan seseorang terkungkung dalam pemikirannya, sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih dan menggunakan nuraninya. Pandangannya terhadang oleh kebesaran egonya. Itulah kebodohan batin namanya.
Seorang kawan bercerita tentang masa lalunya. Tentang kebodohan yang pernah dilakukannya.
Sewaktu masih muda ia begitu fanatik dan sinis. Maklum ia lulusan pesantren yang setiap hari diajarkan sebagai paling benar.
Dijejali kebencian kepada orang-orang yang tidak seiman. Kebetulan lingkungan juga mendukung pola pikirnya.
Saking fanatiknya. Pikirannya sempit dan hatinya picik. Suka meludah menajiskan orang yang beragama berbeda.
Sinis dan benci setengah mati kepada orang-orang Cina yang dalam persepsinya adalah orang-orang kafir. Jangan harap ada senyuman darinya. Yang ada mata melotot penuh kecurigaan.
Mengingat masa lalunya. Teman ini malu dan menertawakan dirinya sendiri. Mengapa ia begitu bodoh menerima dogma-dogma yang menyesatkan?
Kefanatikan telah membutakan mata hatinya. Kefanatikan telah menjadikan dirinya seorang pembenci. Hidup selalu dalam kecurigaan. Dimana tidak seharusnya terjadi pada seseorang yang beragama.
Itu dulu. Kini teman ini menjadi sangat toleran. Bisa bergaul dengan semua kalangan. Berdiskusi dengan nyaman tentang agama tanpa ada perdebatan.
Sebaliknya ia semakin tekun mempelajari agamanya.
Kami sering melewatkan waktu dengan diskusi yang bergizi. Berbeda bukan berarti harus saling bermusuhan. Tetapi untuk saling melengkapi.