Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaafkan

13 Maret 2014   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:00 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Memaafkan banyak orang dengan mudah saja bisa mengatakannya, tetapi hanya segelintir yang bisa dengan tulus hati memaafkan. Bagaimana dengan kita?

Apakah ketika kita mengatakan memaafkan, kita sudah benar-benar bisa memaafkan seseorang yang telah berbuat salah atau menyakiti kita?

Seperti pada saat kita saling memaafkan dalam suasana khusus. Sungguhkah hati kita sudah dengan lapang dada memaafkan lalu melupakan kesalahan yang terjadi? Masih perlu dipertanyakan. Tentu kepada diri saya sendiri.

Tidak Mudah Memaafkan

Sebenarnya sungguh tidak mudah memaafkan mereka yang telah melukai atau menyakiti hati kita. Perlu kebesaran jiwa dan belas kasih. Dalam hal ini jelas semua agama mengajarkan melalui teladan rasul dan nabinya. Buddha pun mengajarkan demikian.

Namun selain itu kita bisa belajar kepada Nelson Mandela misalnya. Orang yang pertama dimaafkan ketika ke luar dari penjara adalah sipir yang menyiksanya selama di penjara 27 tahun. Mahatma Gandhi juga memaafkan orang yang membunuhnya.  Sri Paus Yohannes Paulus II melakukan hal yang sama. Memaafkan dan mengunjungi penembaknya di penjara.

Yang terbaru adalah kasus terbunuhnya seorang putri pada awal Maret 2014. Korban bernama Ade Sara, mahasiswi Bunda Mulia yang baru berumur 19  tahun dibunuh oleh mantan kekasih yang dibantu kekasihnya.

Ade merupakan anak semata wayang keluarga Bapak  Suroto dan Ibu Elizabeth Diana. Bayangkan, bagaimana perasaan kedua orangtua Ade Sara?

Yang umumnya terjadi adalah keluarga korban akan histeris dan marah kepada pelaku. Bahkan bisa terjadi akan main hakim sendiri. Bukankah sering kita saksikan kejadian ini. Emosi yang lebih berbicara. Jauh dari urusan memaafkan. Bisa kita maklumi. Karena kemungkinan kita akan melakukan hal yang sama.

Tetapi ayah Ade Sara, Suroto dan istrinya justru sejak awal sudah mengatakan memaafkan kedua pelaku plus bermaksud minta maaf bila anaknya ada kesalahan. Luar biasa. Kita pun bisa belajar dari kasus ini. Lebih indah memaafkan daripada menyimpan dendam.

Belajar Memaafkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun