Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mau Balas Budi atau Mau Tidak Tahu Diri???

30 Desember 2009   00:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:43 2218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Balas budi sesuatu yang sulit untuk dilakukan, namun sebagai manusia yang tahu diri , kita semestinya bisa membalas budi
"Dede mau makan yang banyak, biar cepat besar. Kalau udah besar dede mau cari duit yang banyak buat balas budi orangtua yang udah ngelahirin dede! Kalau duitnya banyak, mami kan bisa puas-puasin belanja ke Mangga Dua, dan hati mami bisa senang! " Itulah kata-kata yang sering diucapkan si kecil saat makan.

Tidak sampai disitu, kelanjutannya adalah, "Dede juga mau balas budi emak (nenek) yang udah ngelahirin mami! "

"Lho , kok emak juga? " Selidik saya.

Maka dengan lancar dan sok tua ia akan menjawab, "Iya dong , papiiii! Kan emak yang ngelahirin mami. Kalau emak gak ngelahirin mami, mami kan gak bisa lahirin dede. Gitu aja papi gak tahu sih?! "
Melihat tampangnya yang sok tua dan lucu, tak kuasa menahan tawa, namun diam-diam saya menyelami makna perkataannya.

Rasanya ada saja sesuatu hal yang tiada habisnya yang bisa saya dapatkan menjadi pembelajaran dari si kecil ini. Mungkin pikiran saya saja belum bisa menjangkau demikian jauh. Tapi ia sudah bisa lancar mengatakan hal yang penuh makna itu. Karena seingat saya, belum pernah saya ajarkan.

Memang adakalanya kita sebagai orangtua perlu diam sejenak untuk mendengarkan kata-kata yang diucapkan oleh seorang anak kecil, dan bukan menertawakan atau meremehkan perkataannya. Karena menurut saya, suara hati yang dimiliki seorang dewasa dan anak-anak tiada bedanya.

Mengenai masalah balas budi, tentunya saya masih merasa malu sendiri. Budi apa yang yang bisa saya berikan kehidupan ini?
Begitu banyak budi yang telah saya terima selama kehidupan ini, sudahkah saya bisa membalasnya?

Kalau saya belum sepenuhnya bisa membalas budi kehidupan , minimal itu tandanya saya juga belum sepenuhnya berterimakasih dan juga tak tahu diri, benarkah demikian?

Harusnya langkah kehidupan untuk berbalas budi, lebih tepat bila saya bisa memulainya dari sekarang!
Atau, adakah waktu yang lebih baik dan tepat lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun