Kasih Ibu sepanjang masa, itulah makna yang telah aku rasakan dari seorang Ibu, sehingga aku berani mengatakan, bahwa budi Ibu sungguh tak terbalas!
*
Aku tak bisa membayangkan, bahkan untuk usiaku yang sudah mencapai empat puluh ini, masih bisa merasakan kasih dari seorang Ibu. Masih bisa merasakan perhatiannya yang tak berkurang sedikitpun.
Ya, perhatian dan kasih dari seorang wanita yang telah berumur enam puluhan yang aku panggil "Mak" sedari kecil dulu.
Aku memang memanggil ibuku dengan "Mak" dan tidak pernah mengubah dengan panggilan lain.
Aku juga tidak tahu mengapa memanggilnya dengan "Mak" bukan ibu, mama, mami, bunda, atau ame_sebagai layaknya orang Tionghoa memanggil ibunya di kampung.
Seorang Ibu mengasihi anaknya memang adalah kewajiban. Tetapi bila anaknya telah dewasa dan bahkan sudah menjelang tua, menurut saya adalah luar biasa.
Walaupun aku adalah anak yang tertua, namun dari kecil hingga kini, kasih sayangnya tak pernah pupus. Selalu memberi dan memberi. Padahal terus terang sampai kini aku masih belum bisa membalut budi yang telah aku terima.
Mak memang seakan tak bisa melepaskan kasihnya padaku sebagai anaknya yang tertua. Masih mengkhawatirkan keadaan diriku.
Selalu menanyakan keadaan keuanganku, karena tahu aku hidup pas-pasan.
Tak jarang menyisihkan uang untuk membelikan susu untuk bayiku. Membelikan pakaian saat hari raya, karena Mak tahu aku paling malas untuk membeli baju baru.
Apa yang Mak berikan, tak kuasa aku menolaknya dalam rasa malu.
Mengapa sampai seumur begini masih juga membuat Mak khawatir padaku.
Selain itu Mak masih juga mengkhawatirkan keadaanku. Bila bepergian selalu pesan ini-itu. Menjaga diri dan menjadi kesehatan. Sampai harus membekali dengan obat-obatan atau ginseng segala.
Tentu saja aku tak kuasa menolaknya, sebab itu adalah bentuk kasih sayang Mak dan tentu juga aku tak ingin mengecewakan hatinya. Walaupun aku harus merasa risih dan tak enak hati untuk hal ini.