Bagaimana suasana hati kita ketika pulang ke rumah keadaannya berantakan dan kotoran atau sampah di mana-mana? Bisa-bisa marah besar dan yang membantu di rumah kena damprat atau pecat.
Apa jadinya perasaan kita ketika ke tempat kerja atau menghadiri pesta pakaian kita terkena kotoran atau noda dan sulit dihilangkan pada saat itu? Kesal dan kecewa tentunya. Kalau kita paksakan hadir dengan pakaian yang terkena kotoran itu tentu ada rasa risih dan malu. Bisa-bisa kita pulang lagi daripada menanggung malu.
Bagaimana rasanya ketika kita menyadari ternyata ada kulit cabai yang masih menempel di gigi kita setelah lalap makan sambal sebelumnya? Malunya dan muka langsung merah padam.
Apakah kita juga bersikap sama ketika menyadari ada kotoran yang masih menempel di hati kita?
Apakah Menyadari Kotoran Itu Ada di Hati dan Berniat Membersihkan?
Hati kita sejatinya adalah bersih nan suci. Penuh kebajikan. Tetapi seiring perjalanan waktu sedikit demi sedikit debu dan kotoran menempel di hati. Keserakahan, kebencian, iri, dengki, licik, picik, kemalasan dll. Kekotoran batin namanya.
Dalam hal ini, tentu kita semua memiliki. Apakah ada masalah dengan semua itu? Apakah kita juga merasa risih dan malu sama halnya dengan perasaan kita ketika ada kotoran di baju?Adakah timbul kesadaran untuk membersihkannya?
Kalau saya sebaliknya malah bukan malu tapi memamerkan kotoran itu ke mana-mana. Kotoran hati berupa kebencian atau rasa iri. Rasa benci, iri dan serakah malah diumbar tak malu kalaupun ada yang tahu. Tidak malu juga marah-marah atau caci-maki dilihat orang banyak.
Sadar seharusnya malu, tapi tetap tidak malu memamerkan kekotoran hati. Bagaimana denganmu, kawan? Kapan ada malunya dan berniat membersihkan?
Membina Diri Kembali ke Diri Sejati
Pada akhirnya tentu perlu hadirnya kesadaran untuk merasa malu dengan diri kita yang hidup dalam kepalsuan. Bukan hidup dengan keaslian diri kita.