Hari itu saya tegang bercampur senang karena akan kopdaran dengan sahabat dunia maya di Kompasiana.
Tempat dan waktu dijanjikan. Sampai tujuan di depan sebuah mall saya mencari-cari di mana gerangan sahabat tersebut.
Pada saat bersamaan juga saya lihat ada sosok yang sedang kebingungan mencari seseorang. Saya perhatikan wajahnya. Tidak salah lagi. Pasti dia yang kucari.
Untuk meyakinkan, saya meneleponnya.
Hampir saat yang bersamaan seseorang itu juga mengangkat ponselnya. Jarak kami sekitar 15 meteran.
Pasti dia orangnya. Logika saya semakin meyakinkan. Langsung saya dekati dengan penuh percaya diri.
"Maaf, Anda si anu, kan?"
Ia menatap saya curiga. Padahal tampang saya orang baik-baik.
"Bukan! Bukan! Bukan saya!"
Langsung ia bergegas pergi. Tinggal saya yang terbengong-bengong curiga. Jangan-jangan ia kecewa dengan penampilan saya? Karena saya begitu yakin orang tersebut yang ingin saya temui.
Penasaran. Saya telepon lagi. Dari kejauhan di dalam mall. Keluarlah sosok kompasianer tersebut. Ia langsung mengenali saya. Maklum tampangnya nangkring terus di Kompasiana.
Ternyata hal yang begitu saya yakini kebenarannya di depan mata. Ditambah didukung oleh logika, masih juga salah.
Malahan saya mengotori pikiran saya dengan kecurigaan.
Dalam hidup kita, banyak peristiwa seperti yang saya alami. Apa yang kita lihat, dengar, pikirkan, dan rasakan benar. Pada kenyataan tidak benar.