Kinh, lahir sebagai seorang wanita di Vietnam Utara, sehingga kurang diterima dalam keluarganya yang lebih mengharapkan seorang anakĀ lelaki. Ketika remaja sesuai tradisi Kinh dijodohkan dengan pria yang disukai orangtuanya. Kinh harus menerima kenyataan ini sebagai bentuk bakti.
Suatu waktu, ketika sedang menambal baju suaminya yang sobek, sang suami tertidur. Saat itu Kinh melihat kumis suaminya yang kurang rapi lalu hatinya tergerak untuk merapikan dengan menggunakan gunting.
Saat hendak merapikan, tiba-tiba suaminya terbangun, kaget dan berteriak ketakutan melihat Kinh memegang gunting. Malang, niat baik Kinh disalahpahami suami dan mertuanya sebagai kehendak untuk membunuh. Kemudian Kinh harus menerima ketidakadilan dengan diceraikan dan terusir dari rumah.
Sebagai wanita, Kinh tak bisa berbuat apa-apa selain menerima nasibnya. Menghadapi kenyataan ini, Kinh memutuskan pergi ke vihara dengan menyamar sebagai seorang lelaki, agar dapat diterima untuk menjalani proses pembinaan diri dengan bermeditasi.
Itulah sepenggal cerita dari Thich Nanh Hanh dalam ceramahnya yang berjudul 'Transcending Injustice' yang ditulis ulang Gede Prama dan saya sarikan kembali sebabĀ sangat kaya makna dan menginspirasi saya secara pribadi. Kita bebas memaknainya.
Bagi saya kisah itu begitu komplit sebagi cermin diri, karena di satu sisi saya pernah seperti nasib Kinh tapi di sisi lain saya juga menjadi penyebab apa yang harus dialami Kinh. Hidup memang bagaikan panggung sandiwara.
Kecurigaan yang Berlebihan
Sebuah niat baik, belum tentu akan disikapi dengan baik oleh yang menerima maupun yang melihat. Alih-alih diterima dengan baik dan berbalas terima kasih, yang ada malah dicurigai. Sikap curiga yang berlebihan yang menyebabkan semua ini.
Kecurigaan yang berlebihan ini lahir karena ketidakmampuan memberi ruang untuk berpikir baik dan bersikap bijak. Bisa jadi akibat pengalaman masa lalu. Tapi menyamaratakan semua kejadian dengan kecurigaan, maka akan lahir ketidakadilan.
Bisa jadi kita bersimpati dengan ketidakadilan yang dialami oleh Kinh karena kecurigaan berlebihan sehingga mengalami penderitaan. Tapi terkadang tanpa kita sadari justru kita yang menjadi pelaku atas ketidakadilan dengan kecurigaan kita yang berlebihan itu.
Bisa kita cermati, setiap hari kecurigaan merebak. Pintarnya kecurigaan dikemas dalam bentuk opini. Padahal opini tanpa data dan fakta tak lebih dari namanya mencurigai. Tapi itulah yang terjadi dengan mudahnya kita mencurigai setiap perilaku orang lain dengan asumsi apa yang dapat kita lihat dengan mata. Bahkan dari sekadar apa yang kita baca atau dengar.