Entah apa yang terjadi. Memasuki bulan Juli ini terasa berat untuk mengalirkan kata-kata dari kedalaman hati.
Saya pastikan bukan sedang suntuk karena kalah taruhan bola saat Italia dibantai Spanyol 4-0.
Sebaliknya justru turut gembira. Kesuksesan Spanyol tak lepas dari peran penting dari beberapa pemain Barcelona.
Bukan pula karena kalah berdebat soal agama di Kompasiana yang mulai marak. Apalagi karena cintanya ditolak sama Luna Maya. Tidaaaaaaaak!
Lagi ada apa gerangan, sehingga menulis itu terasa begitu berat? Padahal ide susul- menyusul datang. Entahlah.
Terpaksa beberapa tulisan hanya dapat diselesaikan dalam satu atau dua paragraf saja. Karena sulit hati ini mengolah kata-kata menyelesaikan sampai utuh.
Demi untuk melepaskan kerinduan bercumbu bersama kata-kata. Menulis tentang sepak bola merupakan pelampiasan.
Tinggal buka sana-buka sini mencari data untuk bahan menulis. Lalu olah sesuai selera. Tidak perlu banyak berpikir. Tidak perlu menggunakan hati. Beres.
Secara teori memang sulit untuk menjelaskan antara menulis lebih menggunakan otak atau hati. Tetapi secara halus dapat dirasakan sendiri.
Entah mengapa hati sulit diajak kerjasama. Bahkan untuk menulis sebuah puisi pun terasa begitu sulitnya.
Jangankan menulis minimal 70 kata. Tidak sampai sepuluh kata pun tak sanggup dicapai dalam waktu seharian.