Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebodohanku [Cerita Agama dan Tuhan]

13 Januari 2011   17:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:37 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12949428141023489616

Aku terlalu sesat untuk bicara dan berpikir tentang agama dan Tuhan, karena itu aku cukup diam dalam kebodohanku saja…..Sebab yang penting isi perut bisa kenyang.

[caption id="attachment_84545" align="alignleft" width="300" caption="orang bingung dan gila"][/caption]

Ada yang berkata,”Lebih baik dunia ini tanpa agama. Karena justru dengan adanya agama menciptakan perbedaan-perbedaan antara menusia yang seharusnya tidak berbeda. Melahirkan kebencian dan peperangan. Menjadikan manusia hidup terkotak-kotak dengan simbol-simbol dan identitas agama yang membuat tidak nyaman.”

“Menurut saya, kamu salah. Manusia tetap membutuhkan agama. A, artinya tidak, dan Gama artinya adalah kacau. Jadi agama itu artinya tidak kacau. Kalau dunia ini mau damai manusia harus beragama.Yang perang-perang itu hanya membawa nama agama saja.” Balas seseorang yang agak sok pintar.

Dibalas lagi dengan sengit,”Bukti nyata adalah Indonesia. Dimana penduduknya yang diwajibkan harus memeluk agama, kenyataanya rebut dimana-mana dan juga korupsi merajalela. Tidak berfungsi agamanya. Malahan justru ajaran agama yang mengatakan Tuhan Maha Pengampun dimanfaatkan untuk terus-terusan berbuat salah. Kan Tuhan Maha Pengampun.”

“Ah, itu sih bukan salah agamanya. Tapi orangnya saja yang tidak benar.” Berusaha membela diri dengan teori yang dianggap basi.

“Paling bisanya begitu, kan kamu sebagai kaum beragama membela diri.” Sindir lawan bicaranya.

*

Ada lagi yang berkata,”Saya tidak butuh agama, toh dengan tidak beragamapun saya sudah merasa nyaman dan tahu mana yang baik dan mana yang benar. Dengan tidak beragamapun saya masih tetap bisa menyembah Tuhan dengan cara saya.”

Ada juga yang tak mau kalah menanggapi,”Tentu saja kita butuh agama, karena agama itu adalah jalan menuju Tuhan. Bagaimana bisa bertemu Tuhan bila tak beragama?”

“Kamu yakin, dengan beragama pasti bisa bertemu Tuhan?” Yang berkata menanya balik.

“Kalau yakin pasti bisa, begitu yang diajarkan agamaku.” Membela diri lagi.

“Sudah pernah bertemu, belum dengan Tuhan?” Bertanya lagi.

“Ya, belumlah. Kan belum mati! “ Mulai sewot.

“Kasihan amat, kalu mati baru bisa ketemu Tuhan. Jangan-jangan kamu justru jadi hantu!” Mulai menyindir dan ketus.

Mulai marah,”Kamu tuh yang hantu, dasar manusia tak beragama. Saya harap Tuhan akan melenyapkanmu dari muka bumi ini !!”

“Loh, memangnya Tuhanmu kejam?” Menyindir lagi.

“Dasar bukan manusia, kamu ! Tunggu azabmu nanti !”

*

Yang lebih tidak peduli lagipun tak mau kalah berkata,”Agama itu bikin repot dan kebanyakan teori dan dogma yang menipu. Tak heran agama melahirkan orang-orang yang sakit jiwa. Pemuka-pemuka agamanya hanya pintar menina-bobokan dan menakuti umatnya dengan cerita surga dan neraka.”

“Hati-hati ya kalau bicara. Jaga mulutmu, bung!” Masih sabar.

“Tapi, memang agama dan Tuhan itu hanya omong kosong manusia yang hatinya kosong.” Mulai omong kosong.

“Dasar atheis, pintarnya kebablasan! Nanti Tuhan marah baru tahu rasa, kamu !” Hati mulai panas.

Sambil tertawa membuka mulutnya,”Jadi pengen tahu, bagaimana rupanya Tuhan marah !”

“Dasar manusia sesat, kamu !” Terpancing dan mengumpat.

“Benar, kan apa kataku. Kamu yang beragama dan ber-Tuhan cuma bisanya mengumpat dan omong kosong!”

Mendengar selentingan obrolan kawan itu yang tak kupahahami, aku jadi garuk-garuk kepala yang memang kegatalan.Tapi aku masih sempat senyum-senyum, bukan untuk menertawakan, tapi karena bingung dalam kebodohan untuk memahami apa yang dibicarakan. Karena mendengar apa yang dibicarakan, perutku jadi tiba-tiba lapar. Untuk urusan lapar yang benar adalah segera menyantap hidangan di meja makan. Bukan mendengarkan ocehan. Bukan begitu? Begitu bukan?

Ya, ini bukan tul;isan tentang apa-apa, tapi tentang kebingunganku akan agama dan Tuhan. Apakah aku ini sudah beragama dan ber-Tuhan atau beragama tapi tidak ber-Tuhan? Atau ber-Tuhan tapi tidak beragama? Atau tidak kedua-duanya? Atau bahkan tidak mengerti apa-apa tentang agama dan Tuhan. Karena semua yang ada hanya formalitas dan menjadi omong kosong belaka.

Ya, benar-benar membingungkan otakku yang memang sudah bingung dan kosong sejak dulu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun