Di sini terbakar. Di sana terbakar. Di saat seharusnya warga bergembira menikmati liburan Hari Raya, justru harus mengalami kesusahan. Kehilangan rumah dan sebagian harta serta keceriaan suasana Lebaran.
Dalam sepekan sebelum dan setelah Lebaran, Jakarta diamuk si jago merah di beberapa wilayah. Seperti yang dilaporkan Tempo.Co Kamis (23/8) bahwa dari data Dinas Kebakaran DKI Jakarta, ada terjadi 25 kebakaran selama libur Lebaran dari 17-22 Agustus 2012.
Kebakaran yang terbesar terjadi di Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, yang menghanguskan sekitar 150 rumah, dan di Kapuk Muara, Jakarta Utara, yang menghabiskan 300 rumah. Beberapa wilayah kebakaran tersebut merupakan kantong-kantong suara Jokowi-Basuki.
Mencermati berita yang ada, entah kebetulan atau tidak bahwa wilayah-wilayah yang terjadi kebakaran merupakan kantong-kantong suara Jokowi-Ahok pada putaran pertama. Tapi minimal menimbulkan tanda tanya keheranan "Ada apa di balik semuanya?" dan "Kebakarankah atau dibakarkah?"
[caption id="attachment_208550" align="aligncenter" width="496" caption="Salah satu korban kebakaran di Kapuk Muara, Jakarta Utara//Tempo.Co"][/caption]
Di Jakarta, bukan rahasia lagi. Sebagian warga Jakarta pasti paham akan strategi ini. Dimana ada kebakaran yang sengaja diadakan oleh pihak-pihak tertentu dengan suatu tujuan khusus. Misalnya suatu pihak yang menginginkan daearah tersebut, sedangkan warga tidak mau mengungsi atau menjual tanah miliknya. Caranya dibuatlah kebakaran, sehingga warga mau tidak mau mengungsi.
Khusus kasus beberapa kebakaran yang terjadi belakangan ini. Apakah memang ada pihak-pihak yang bermain di baliknya? Apalagi ditengarai daerah-daerah yang terbakar merupakan kantong-kantong suara Jokowi!
Masyarakat tentu hanya bisa menduga-duga. Karena memang sulit membuktikan kebenarannya di lapangan. Hal ini tentu tidak bisa dicegah. Karena begitu banyak opini yang beredar.
Yang pasti, kini Jakarta menjadi semakin serba panas saja. Panas karena cuaca, suhu politik, dan si jago merah. Keadaan ini sudah tentu membuat hati ikut panas. Terutama kedua pendukung Cagub-Cawagub peserta Pilkada DKI Jakarta. Saling curiga dan menuduh tak bisa dihindari lagi.
Kedewasaan politik yang diharapkan memang masih sulit terjadi. Karena ego kekuasaan dan harus menang membuat masyarakat harus terbelah. Membuat semua lupa slogan bangsa ini yang sudah dihapal di luar kepala sejak kaman masih sekolah "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh".
Jangan-jangan yang suka terbelah-belah itu tidak sekolah ya?