Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kak Salma, Kondektur yang Ingin Jadi Pelayan Tuhan [Inspirasi Untuk Wanita 12]

22 Januari 2011   07:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:18 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295683188513628507

Hidup susah tidak harus menjerumuskan seseorang dalam kesalahan, tetapi membuatnya menjadi tegar dalam Tuhan.

[caption id="attachment_86642" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi//forum.kompas.com"][/caption]

Pertama kali aku melihat sosok wanita itu, terasa aneh, ada yang unik. Begitu juga beberapa orang yang melihat ia beraksi dengan teriak-teriakannya yang khas. Sampai ada yang perlu senyum-senyum. Entah apa yang ada didalam pikiran orang-orang tersebut.

Sementara aku duduk diam tak berani menilai. Aku hanya memperhatikan sosok yang gagah dan lincah itu dalam menjalankan tugasnya. Kulit agak hitam dan rambut pendek ikal. Dari raut wajahnya,tampak ia adalah sosok wanita yang keras. Selama kuperhatikan, tak sedikitpun ia tersenyum.

Apa gerangan pekerjaan wanita yang sedang kuamati itu?

Iya, ia adalah seorang kondektur bus kota, jurusan Senen - Blok M. Seorang wanita yang kemudian aku ketahui bernama Salma. Salma hanyalah diantara sedikit wanita yang menjadi kondektur di ibukota.

Singkat cerita, aku berkenalan dengan Salma yang mengaku berumur 30 tahun. Walaupun tak tampak cantik, _menurutku sih_Salma memiliki pesona lain. Begitu enak dan terbuka diajak bicara. Wah, ternyata dibalik wajahnya yang dingin, Salma suka bercanda juga, yang membuatku tak sanggup menahan tawa.

Kak Salma, begitu aku mendengar orang-orang di terminal memanggilnya. Aku kemudian juga memanggil dengan sebutan itu. Terasa lebih akrab dan orangnya memang mudah sekali bergaul.

Aku penasaran, mengapa Kak Salma mau menjadi kondektur? Alasannya,"Aku terjerumus, bang, maunya jadi direktur, tapi tak ada yang mau angkat aku!"

Terjerumus?

Ceritanya, awal dari ke Jakarta adalah hendak menyusul suaminya yang sudah dua tahun tiada kabar. Yang menurut bisik-bisik sudah kawin lagi. Kak Salma berangkat bersama anaknya yang baru berumur tiga tahun. Ikut bersama teman di kampung yang hendak balik ke Jakarta.

Dengan dibantu temannya itu dan usaha keras, Kak Salma akhirnya bertemu dengan suaminya. Ternyata benar, suaminya telah kawin lagi dengan janda pemilik metro mini tempatnya bekerja. Melihat kehadiran Kak Salma, justru suaminya mengusir pergi. Aku tak bisa membayangkan bila hal itu menmpa diriku.

Menghadapi kenyataan ini, Kak Salma hanya bisa tabah dan sabar menahan sakit di hati. Karena suaminya ternyata lebih memilih wanita lain. Tak sudi Kak Salma mengemis minta dikasihani. Apalagi sebelumnya Kak Salma sudah punya firasat tak baik. Dengan airmata yang tertahan, Kak Salma melangkah dengan hati yang dikuatkan. Menatap harinya bersama si kecil dalam gendongan.

Kak Salma memilih untuk terus menetap di Jakarta untuk memulai hidupnya. Demi untuk menyambung hidup, Kak Salma memutuskan untuk menjadi kondektur, temannya yang menjadi supir bus. Sebenarnya temannya itu tak tega, hanya Kak Salma yang memaksa. Alasannya untuk sementara sambil mencari kerja. Apalagi saudara tiada di Jakarta.

"Tidak risih, wanita jadi kondektur, Kak Salma?"

"Apanya yang risih? Daripada aku jadi pelacur! Jelek-jelek begini, aku masih punya prinsip dan harga diri, bang! Walaupun hidup susah, tak mungkin aku melacurkan diri. Aku masih punya Tuhan yang ajaib!" Kata Kak Salma ketika itu penuh keyakinan.

Betul juga, apa salahnya seorang wanita jadi kondektur? Memang Kak Salma mengakui, sebenarnya risih juga memulainya. Setiap hari harus menerima pandangan aneh dari orang lain. Tetapi tuntutan hidup, memaksanya mau tak mau melakoni.

Sampai kemudian Kak Salma benar-benar menikmati pekerjaannya.

"Apa selamanya mau jadi kondektur, kak?"

"Tidaklah, bang! Tapi dengan pendidikanku yang hanya lulusan SMP, aku bisa apa?" Kata Kak Salma sambil menerawang jauh. Baru pertama kali aku melihat sisi lembut Kak Salma.

"Tapi aku akan bekerja keras demi anakku bisa sekolah sampai tinggi. Harus, bang! Suaranya tegas.

"Aku selalu bersyukur dan percaya Tuhan memberkati hidup kami, bang!" Begitu yakin Kak Salma berkata.

Oleh sebab itu, setiap hari Minggu Kak Salma libur jadi kondektur, alasannya itu adalah harinya khusus untuk Tuhan. Tak pernah absen untuk merasakan kemesraan bersama Tuhan dalam pujian. Kak Salma aktif menjadi pembawa lagu pujian dan pelayan.

Kak Salma berkata tentang prinsipnya untuk selalu hadir di rumah ibadah,"Dihadapan Tuhan, seorang direktur tidak lebih mulia daripada seorang kondektur, seperti aku ini! Walaupun seorang kondektur, aku masih merasa berarti bisa hadir memuji kehadiran Tuhan! Hari Minggu adalah harinya Tuhan bagiku!"

"Sungguh luar biasa keinginan hati Kak Salma. Pasti Tuhan berkenan." Kataku kagum.

"Aku ingin lebih banyak waktu lagi, bang, untuk melayani. Sepertinya itu pilihan hidupku, bukannya menjadi kondektur!"

Semoga keinginanmu, segera terwujud, Kak Salma. Aku mendoakanmu dan langkahkan kakimu dengan pasti!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun